Tuesday, January 27, 2015

Dinamika Kelompok dan Konflik dalam Proses Manajemen (Tugas 3)

I.            Analisis peranan konflik dalam mengembangkan manajemen di perusahaan. Serta contoh kasus nyata dan penyelesaian kasusnya
Sebelum menganalisis peranan konflik, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari konflik. Secara umum konflik adalah ketidakcocokan dari sejumlah bentuk interaksi. Menurut S.P. Robbin (dalam Indriyatni, 2010), konflik adalah suatu proses yang dimulai ketika suatu pihak menganggap pihak lain secara negatif mempengaruhi atau akan mempengaruhi sesuatu/seseorang yang menjadi kepedulian pihak pertama. Secara sederhana menurut Hartono (dalam Ahiruddin, 2011), konflik menunjukan pada setiap ketegangan yang dialami oleh seseorang bila ia berpandangan bahwa kebutuhan atau keinginannya dihambat atau dikecewakan.
Konflik sebenarnya tidak hanya berujung pada keburukan tetapi bisa juga berujung dengan kebaikan, maksudnya dengan adanya konflik maka suatu organisasi bisa menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Anggapan ini berkaitan dengan adanya beberapa pandangan dalam mengartikan suatu konflik yang dikemukakan oleh Stephen (dalam Indriyatni, 2010), yaitu:
1.      Pandangan Tradisional
Pendekatan konservatif menganggap bahwa semua konflik itu buruk atau selalu membawa dampak negatif
2.      Pandangan Hubungan Manusia
Konflik adalah peristiwa yang wajar yang tidak terelakkan dalam suatu organisasi
3.      Pandangan Interaksionis
Keyakinan bahwa konflik tidak hanya menjadi kekuatan positif dalam organisasi tetapi konflik juga sangat diperlukan agar kelompok dapat berkinerja secara efektif
Jadi, baik atau buruknya konflik dalam organisasi tergantung dari cara suatu kelompok memandang konflik tersebut.
Indriyatni (2010), jenis konflik dibagi menjadi 2 yaitu:
1.  Konflik Fungsional    : semua jenis konflik yang dapat mendukung sasaran organisasi/perusahaan dalam memperbaiki kinerjanya
2.  Konflik Disfungsional: jenis konflik yang dapat menghambat atau merintangi organisasi/perusahaan dalam memperbaiki kinerjanya

Dari 2 jenis konflik yang sudah disebutkan, bisa dijelaskan mengenai pengaruh atau peranan konflik dalam mengembangan manajemen di perusahaan, yaitu:
1.      Konflik Fungsional
Konflik ini bersifat konstruktif yang artinya membangun untuk dapat memperbaiki kualitas pengambilan keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan diantara anggota. Selain itu, konflik jenis ini juga penangkal bagi pemikiran kelompok, artinya tidak memberi kesempatan suatu kelompok secara pasif menerima begitu saja keputusan-keputusan yang diambil.
2.      Konflik Disfungsional
Konflik ini bersifat destruktif yang artinya merusak, konflik ini dapat mengurangi efektivitas organisasi/perusahaan, menghambat komunikasi, mengurangi kekompakan anggota/karyawan, dikalahkannya kepentingan bersama karena pertikaian antar anggota.

Contoh kasus:
Kasus ini berasal dari suatu instansi pemerintah yang berfungsi untuk mengolah berbagai informasi dan mensosialisasikannya kepada masyarakat di kabupaten X. Pelayanan lembaga ini memiliki kinerja secara keseluruhan sangat baik, tak jarang lembaga ini menerima penghargaan dari pemerintah pusat karena prestasinya. Namun dibalik itu semua terdapat masalah yang menggerogoti lembaga ini. Kinerja yang baik dalam lembaga ini ternyata hanya terpusat di tingkat pimpinan, tingkat staff kebawah kinerjanya sangat buruk dan terkesan asal-asalan. Mereka hanya bekerja baik apabila ditunggui atasannya serta perlu benar-benar diarahkan agar tidak salah. Namun pimpinan tidaklah mungkin seharian menunggui dan mengarahkan staff yang jumlahnya puluhan tersebut. Stelah ditelusuri, masalah itu berpangkal dari tidak adanya motivasi dari staff tersebut, tingkat staff kebawah mayoritas berpendidikan SMP dan SMU (sekitar 65 %) dan sisanya berpendidikan sarjana. Mereka sangat mungkin tidak akan pernah mengalami kenaikan golongan kecuali jika mereka sekolah lagi, itupun harus melalui prosedur yang cukup rumit. Sedangkan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi juga sangat sulit, mengingat rata-rata usia mereka yang berumur 40-50 tahun. Akibatnya, mereka memilih pasrah karena merasa tidak mungkin naik ke jenjang yang lebih tinggi, baik jabatan, golongan ataupun pendapatan. Hal ini berimplikasi kepada motivasi mereka yang terus menurun.
Penyelesaian kasus:
Pimpinan harus melakukan suatu tindakan misalnya seperti memberikan motivasi kerja kepada karyawannya agar mereka dapat bekerja dengan lebih baik lagi dan tidak bekerja asal-asalan. Kasus yang terjadi ini dapat dikategorikan sebagai jenis konflik fungsional karena dengan adanya konflik ini suatu kelompok dalam organisasi/perusahaan akan menjadi lebih baik artinya para karyawan mendapatkan motivasi dari pimpinannya dan akan bekerja lebih baik.

II.         Peranan kepemimpinan dalam mengatasi konflik struktural dan konflik fungsi kerja yang terjadi dalam sebuah sistem manajemen di perkantoran. Serta contoh kasus nyata dan penyelesaian kasusnya
Peran seorang pemimpin sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai masalah atau konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau perusahaan, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik. Schermerhorn (dalam Nugraheni, 2007) mengemukakan lima gaya dalam pengelolaan konflik yang harus dikuasi oleh seorang pemimpin, yaitu:
1.      Metode Penghindaran (avoidance)
Metode ini dilakukan pemimpin dengan menjadi tidak kooperatif dan tidak asertif, menyembunyikan ketidaksetujuan, menarik diri dari situasi dan tetap netral
2.      Metode Sama Rata (smoothing)
Seorang pemimpin yang bergaya smoothing lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Pemimpin menjadi kooperatif tetapi tidak asertif yang tujuannya untuk mempertahankan keharmonisan organisasi
3.      Metode Kompetisi (competition)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah” serta menekan pihak lain dengan wewenang yang dimiliki
4.      Metode Kompromi (compromise)
Gaya ini menjadikan seorang pemimpin menjadi kooperatif dan asertif pada tingkat yang sedang yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan pihak lain
5.      Metode Pemecahan Masalah (problem solution)
Metode ini melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk duduk bersama, mengidentifikasi masalah kemudian mencari solusi dimana semua pihak diuntungkan
Untuk mengatasi konflik struktural, seorang pemimpin sebaiknya menggunakan metode kompromi (compromise) karena dalam menangani konflik yang erat kaitannya dengan hirarki jabatan pekerjaan ini, seorang pemimpin harus memadukan antara kepentingan pihak 1 dan pihak 2 sehingga konflik dapat terselesaikan.
Untuk mengatasi konflik fungsi kerja, seorang pemimpin sebaiknya menggunakan metode pemecahan masalah (problem solution). Konflik fungsi kerja merupakan konflik yang muncul karena suatu departemen kerja berinteraksi dengan departemen kerja lainnya, dimana antar departemen memiliki pemahaman berbeda untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Digunakan metode pemecahan masalah (problem solution) karena metode ini melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk duduk bersama, mengidentifikasi masalah kemudian mencari solusi dimana semua pihak diuntungkan sehingga konflik dapat terselesaikan.

Contoh kasus:
Fakultas X Universitas Y merupakan salah satu Fakultas paling favorit di kota Z. Dengan pengajar yang terdiri dari akademisi dan praktisi yang memiliki komitmen tinggi di bidang pendidikan serta ditunjang dengan karyawan yang memiliki kualifikasi diatas rata-rata menjadikan Fakultas X menjadi salah satu Fakultas yang benar-benar diakui kehandalannya oleh masyarakat luas. Selain itu dibawah kendali pak dekan A yang terkenal tegas dan tidak memiliki toleransi terhadap ketidakberesan, Fakultas ini terkenal memiliki tingkat kedisplinan yang tinggi diantara Fakultas lain di Universitas Y. Setelah menjabat selama 4 tahun, pak dekan A digantikan oleh bu dekan B sebagai dekan baru. Bu dekan B memiliki gaya yang lebih humanis dibanding pak dekan A. Beliau mencoba melibatkan dosen dan karyawan untuk berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan. Menurut beliau apabila seseorang komit maka tidak masalah, ada pimpinan atau tidak karena mereka akan bekerja dengan baik. Namun jika mereka dikendalikan oleh kepatuhan maka mereka menuruti pimpinan karena takut dan terpaksa. Sepintas suasana kerja yang coba dibangun oleh bu dekan B sangat positif, rileks dan tidak menimbulkan tekanan. Namun dibalik itu semua ada semacam bom waktu yang bisa meledak setiap saat, dimana dosen dan karyawan tidaklah sedisplin jaman pak dekan A, dosen dan karyawan semakin sering menuntut dan bertindak semaunya sendiri. Mereka benar-benar memanfaatkan gaya kepemimpinan bu dekan B.
Penyelesaian kasus:
Sebaiknya sebagai pemimpin, bu dekan B harus mengambil suatu tindakan karena jika tidak kekacauan ini akan terus berlanjut. Dari teori diatas, bu dekan B seharusnya menggunakan metode kompromi (compromise) dalam mengatasi konflik ini. Bu dekan B menjadi kooperatif dan asertif pada tingkat yang sedang yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan pihak lain. Bu dekan B harus bertindak tegas dan disiplin tetapi tidak perlu seperti pak dekan A dan bu dekan B harus melakukan kompromi dengan karyawan agar masalah yang muncul dapat diatasi.

III.        Pandangan mengenai praktek dehumanisasi yang muncul dalam praktek manajemen. Serta 2 contoh kasus nyata dan pelanggaran yang terjadi jika praktek dehumanisasi berlangsung
Menurut Nick Haslam (dalam Nugroho, 2011) pada intinya dehumanisasi adalah penyangkalan terhadap esensi manusia. Haslam mengklasifikasikan dua bentuk dehumanisasi (1) penyangkalan terhadap atribut-atribut yang khas manusiawi yang menyebabkan satu pihak memandang dan memperlakukan manusia seolah-olah binatang, (2) penyangkalan terhadap kodrat manusiawi yang membuat satu pihak memandang dan memperlakukan manusia lain seperti objek atau mesin. Perlakuan seperti ini tentunya tidak bisa dibiarkan terus terjadi karena setiap manusia memiliki hak yang sama untuk dihargai dan setiap manusia memiliki hak asasi manusia yang sama.

Contoh kasus 1
Kasus ini berasal dari suatu grup dealer mobil yang memiliki 7 cabang yang tersebar di kota Y. Dari 7 cabang yang tersebar, hanya cabang yang dipimpin oleh Pak X yang memiliki prestasi mengagumkan dan menjadi cabang dengan omzet tertinggi diantara cabang lainnya. Prestasi yang dicapai di cabang ini dengan jumlah tenaga penjual yang paling sedikit diantara cabang yang lain. Tekanan luar biasa diberikan oleh pak X kepada tenaga penjualnya, pak X tak jarang memaksa mereka untuk lembur hingga pukul 22.00 setiap hari demi mengejar omzet penjualan. Seringkali dengan nada mengancam, pak X mengultimatum tenaga penjualnya untuk menjual mobil dengan jumlah tertentu dalam waktu yang singkat, apabila tidak tercapai maka sumpah serapah sudah siap menanti mereka bahkan pak X tak segan untuk mengeluarkan siapa saja yang menurutnya tidak produktif.
Pelanggaran yang terjadi pada praktek dehumanisasi ini adalah agresi. Agresi adalah tindakan yang muncul secara sengaja dan tidak sengaja untuk menyerang orang lain, sebagai reaksi balasan atas tindakan yang orang lain tampilkan dalam bentuk agresi kata-kata dan agresi tindakan fisik. Tindakan agresi yang dilakukan pak X dengan cara memaksa tenaga penjual lembur hingga harus menjual sejumlah mobil  yang telah ditentukan dalam waktu singkat jika tidak akan diberikan agresi kata-kata, tindakan tersebut memberikan pengaruh langsung atas hadirnya ketidaknyamanan dalam menjalankan pekerjaan.

Contoh kasus 2
Kasus ini berasal dari hotel bintang tiga yang berada di kota X. Keuntungan bersih hotel ini rata-rata mencapai Rp. 500 juta setiap bulannya. Namun dibalik itu semua, hotel ini sangat tidak nyaman bagi karyawannya. Karyawan hotel dibuat frustasi dengan gaji yang kecil, makanan yang kurang layak untuk dimakan serta perencanaan karir yang tidak jelas lantaran direksi yang juga pemilik hotel seringkali menurunkan jabatan seseorang atau bahkan mengeluarkan seseorang hanya karena alasan pribadi. Seluruh kebijakan di hotel tersebut diatur oleh direksi yang juga pemilik hotel, mayoritas karyawan masih berstatus daily worker (dibayar setiap kedatangan) serta sangat dihindari untuk mengangkat karyawan tetap, paling bagus setelah 2 kali masa kontrak karyawan tersebut dengan cara apapun berusaha untuk dikeluarkan. Direksi menggunakan paradigma “Take it or Leave it”, “apabila tidak puas dengan kondisi tersebut, anda bisa mengundurkan diri kapan saja dan tentu saja tanpa pesangon karena anda mengundurkan diri bukan saya pecat” begitu pernyataan direksi yang sering dilontarkan setiap ada karyawan yang merasa tidak puas dengan kondisi kerja di hotel tersebut.
Pelanggaran yang terjadi pada praktek dehumanisasi ini adalah agresi. Agresi adalah tindakan yang muncul secara sengaja dan tidak sengaja untuk menyerang orang lain, sebagai reaksi balasan atas tindakan yang orang lain tampilkan dalam bentuk agresi kata-kata dan agresi tindakan fisik. Dalam kasus ini direksi melakukan agresi kata-kata serta perlakuan yang tak layak kepada karyawannya.

Sumber Jurnal:
Ahiruddin., (2011). Pengaruh Konflik dan Stress terhadap Kinerja Karyawan CV. Bina Cipta Nusa Perkasa Bandar Lampung.
Indriyatni, Lies., (2010). Pengaruh Konflik terhadap Kinerja Organisasi/Perusahaan.
Nugraheni, Fitri., (2007). Wajah Konflik dalam Organisasi: Penguasaan Manajemen Konflik oleh Pemimpin.
Nugroho, E. C., (2011). Menghargai Modus-Modus Esensial Manusia sebagai Upaya Mengatasi Problem Dehumanisasi di Indonesia.

Sumber lainnya:


0 comments:

Post a Comment