Saturday, April 12, 2014

Kesehatan Mental (Tulisan 2)

     A.   Ceritakan pengalaman tentang stres yang paling berkesan dan cara mengatasinya
Pernah suatu saat saya merasa tidak dapat mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen-dosen saya. Kejadian ini terjadi pada saya di tingkat pertama perkuliahan,  saya memiliki banyak sekali tugas saat itu dan saya pikir saya tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang saya miliki. Sampai akhirnya saya merasa ingin menangis dan merasa stres karena semua tugas-tugas yang saya miliki, dan saya pun tidak bisa tidur dengan nyenyak. Saya tahu, saya memiliki tugas yang sama dengan teman-teman yang lain tapi saya tidak tahu apa hal ini hanya terjadi pada saya atau teman-teman saya merasakannya juga. Saya pikir stres yang saya hadapi saat itu karena saya merasa kaget dengan tugas yang begitu banyak berdatangan dan saat itu saya belum memiliki strategi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saya miliki.
Dalam menghadapi stres ini saya menggunakan mekanisme pertahanan diri yaitu represi, dengan sejenak sedikit melupakan tugas-tugas saya dan membuat diri saya rileks. Dan saya menceritakan apa yang saya rasakan kepada kakak perempuan saya dan dia memberikan beberapa saran, serta memberikan semangat. Stres yang saya alami saat itu termasuk ke dalam salah satu tipe stres yaitu kecemasan, suatu kondisi ketika individu merasakan kekhawatiran/kegelisahan, ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk.

     B.   Kasus tentang stres dan beri pendapat
Stres jalani UN, sejoli siswa SMK berbuat mesum
Oleh : Dedi Rahmadi

Merdeka.com - Pasangan SMK di Pamekasan, Madura, berinisial SG dan ME melakukan tindakan mesum di sebuah kamar kos. Alasannya, hanya karena kedua siswa itu merasa stres usai mengikuti Ujian Nasional (UN). 
Beruntung, Satuan Polisi Pamong Praja menangkap kedua siswa mesum tersebut di rumah kos yang terletak di Jalan Bahagia, Pamekasan, Madura.

"Dalam pemeriksaan yang dilakukan petugas, keduanya mengaku, berbuat mesum saat merasa 'stres' setelah mengikuti ujian nasional," ujar Kepala Satpol PP Willy Agusta kepada wartawan seperti dilansir antara, Senin (16/4).
Ketika digerebek petugas, kedua siswa mesum ini masih mengenakan seragam sekolah, bertuliskan SMK Negeri I Pamekasan. "Jadi yang tertangkap berbuat mesum ini merupakan siswa peserta UN," kata Willy.

Menurut Willy, penangkapan pasangan siswa mesum ini atas laporan yang disampaikan masyarakat. Saat ini, keduanya sedang dimintai keterangan oleh petugas di kantor Satpol PP Jalan Pamong Praja, Pamekasan. 

Pihak Satpol PP juga sudah menghubungi pihak sekolah dan kedua orang tua siswa tersebut agar mereka mendapatkan pembinaan. Kedua siswa yang tertangkap berbuat mesum itu, masing-masing berasal dari Desa Larangan Badung, Pamekasan.

Perbuatan memalukan yang dilakukan siswa saat pelaksanaan ujian nasional di Pamekasan, bukan yang pertama kali terjadi. Pelaksanaan UN tahun lalu, petugas menangkap sekelompok siswa salah satu pondok pesantren di Kecamatan Kota Pamekasan saat sedang asyik berpesta minuman keras.


Pendapat:

Menurut pendapat saya, dalam kasus ini cara mengelola stres yang dilakukan kedua pelaku sangat salah dan tidak bermoral karena mereka berbuat mesum untuk mengatasi stresnya. Mereka menggunakan salah satu mekanisme pertahanan diri untuk dijadikan strategi dalam menghadapi stres yaitu represi (sengaja melupakan kejadian), dalam hal ini mereka sengaja melupakan kejadian Ujian Nasional dengan berbuat mesum. Tetapi yang disayangkan disini adalah mereka menggunakan mekanisme pertahanan diri dengan melakukan perbuatan yang kurang baik. Jadi, kasus ini merupakan stres yang penanganannya sangat tidak baik atau pelampiasan yang kurang tepat.

Kesehatan Mental (Tugas 2)

STRES
        A.   Arti Penting Stres
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Menurut Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.
Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positit, tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.

        B.   Tipe-Tipe Stres Psikologis
Menurut Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis, yaitu:
1.      Frustasi
Frustasi muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu hal/tujuan. Misalnya seseorang mengalami kegagalan dalam pekerjaan yang mengakibatkan orang tersebut harus turun jabatan. Orang yang memiliki tujuan tersebut mendapat beberapa rintangan/hambatan yang tidak mampu ia lalui sehingga ia mengalami kegagalan atau frustasi.
Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, krisis ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain.
2.      Konflik
Konflik ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan, aau tujuan. Saat seseorang dihadapkan dalam situasi yang berat untuk dipilih, orang tersebut akan mengalami konflik dalam dirinya. Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian,approach-approach conflict, approach-avoidant conflict, avoidant-avoidant conflict.
3.      Tekanan
Tekanan timbul dari tuntutan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan tekanan dalam diri seseorang. Tekanan juga berasal dari luar diri individu, misalnya orang tua yang menuntut anaknya untuk masuk ke dalam jurusan yang tidak diminati oleh anaknya, anak yang menuntut orang tua untuk dibelikan semua kemauannya, dan lain-lain. 
4.      Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu kondisi ketika individu merasakan kekhawatiran/kegelisahan, ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk. Misalnya seorang anak yang sering dimarahi ibunya, anak tersebut akan merasakan kecemasan yang cukup tinggi jika ia melakukan hal yang akan membuat ibunya marah padahal ibu si anak tersebut belum tentu marah padanya.
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1.         Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2.      Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

        C.   Symptom – Reducing Respons terhadap Stres
Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) yang biasa digunakan individu untuk dijadiakan strategi saat menghadapi stress:
1.      Represi
Represi adalah konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan ditekan ke dalam alam tidak sadar dan dengan sengaja melupakan. Misalnya seorang karyawan yang dengan sengaja melupakan kejadian saat ia dimarahi oleh bosnya tadi siang.
2.      Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada objek di luar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain. Mutu proyeksi lebih rendah daripada rasionalisasi. Contohnya seorang anak tidak menyukai temannya, namun ia berkata temannyalah yang tidak menyukainya.
3.      Overcompensation/ reaction formation
Perilaku seseorang yang gagal mencapai tujuan dan orang tersebut tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan cara melupakan serta melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan pertama. Misalnya seorang anak yang ditegur gurunya karena mengobrol saat upacara, bereaksi dengan menjadi sangat tertib saat melaksanakan upacara dan menghiraukan ajakan teman untuk mengobrol.
4.      Regresi
Regresi adalah mekanisme perilaku seseorang yang apabila menghadapi konflik frustasi, ia menarik diri dari pergaulan dengan lingkunganya. Misalnya artis yang sedang digosipkan berselingkuh, karena malu maka ia menarik diri dari perkumpulannya.
5.      Fantasi
Fantasi adalah apabila seseorang menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri dengan berkhayal/berfntasi, misalnya dengan lamunan. Contoh seorang pria yang tidak memiliki keberanian untuk menyatakan rasa cintanya melamunkan berbagai fantasi dirinya dengan orang yang ia cintai.

        D.   Pendekatan Problem Solving terhadap Stres
Siswanto menjelaskan dalam bukunya bahwa dalam menangani stres dapat menggunakan metode Biofeedback, tekniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback. Tetapi jika kalian tahu tentang hipno-self, kalian cukup menghipnotis diri sendiri dan melakukan sugesti untuk diri sendiri, cara ini lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Dan jika kalian ingin melakukan hipno-self, utamanya adalah tempat harus nyaman dan tenang, dan kalian cukup membangkitkan apa yang menyebabkan kalian stres, cari tahu gejalanya hingga akar dari masalah tersebut, kemudian berikan sugesti-sugesti yang positif, dan juga sertakan pendekatan secara spiritual dengan Tuhan. Atau kita mengatasi rasa stress dengan cara kita mencari penyebab stress itu sendiri (stressor) setelah kita tau penyebabnya kita harus bisa memilih mana jalan keluar terbaik untuk masalah kita, jika perlu meminta bantuan orang lain. Atau kita cerita kepada teman-teman kita yang bisa dipercaya mungkin itu bisa sedikit menenangkan hati kita dan mengurangi rasa stress kita.
Hubungan Interpersonal
        A.   Model-Model Hubungan Interpersonal
Sebelum membahas mengenai model-model hubungan interpersonal, sebaiknya kita pahami dulu mengenai hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal (antarpribadi) adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih, yang memiliki ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten. Ketika akan menjalin hubungan interpersonal, akan terdapat suatu proses dan biasanya dimulai dengan interpersonal attraction.
Untuk menganalisis hubungan interpersonal, menurut Goleman dan Hammen dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) terdapat empat buah model, yaitu:
1.      Model pertukaran sosial (social exchange model)
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Pada model ini, orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) menyimpulkan model ini sebagai asumsi dasar bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Terdapat empat konsep pokok dalam model ini, yaitu:
a.       Ganjaran
Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai. Nilai suatu ganjaran berbeda antara seseorang dengan orang lain, dan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain.
Contoh:     Bagi orang miskin, uang lebih berharga daripada ilmu pengetahuan. Sedangkan bagi orang kaya, mungkin penerimaan sosial lebih berharga daripada uang.
b.      Biaya
Biaya adalah akibat yang dinilai negatif, yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri. Biaya juga berubah-ubah sesuai waktu dan orang yang terlibat.
Contoh:     Bila seorang anak yang miskin berteman dengan sekelompok anak yang kaya. Dalam bergaul, anak miskin ini sering diejek oleh anak-anak kaya tersebut. Anak miskin tersebut mendapat biaya berupa keruntuhan harga diri karena sering diejek oleh teman-temannya.
c.       Hasil atau laba
Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi dengan biaya. Bila seorang individu merasa dalam sebuah hubungan tidak memperoleh hasil atau laba sama sekali maka individu tersebut akan mencari hubungan yang lain.
Contoh:     Apabila kita memiliki sahabat yang egois. Kita tetap akan membantunya,  sekadar agar persahabatan dengan orang tersebut tidak putus. Bila bantuan (biaya) disini ternyata lebih besar daripada nilai persahabatan (ganjaran) yang diterima, maka kita rugi atau tidak mendapat laba.
d.      Tingkat perbandingan
Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman masa lalu atau alternatif hubungan lain.
Contoh:     Bila seorang gadis pernah berpacaran dengan seorang pria yang berjalan sangat bahagia, tetapi akhirnya putus. Saat berpacaran dengan pria lain, maka gadis tersebut akan mengukur ganjaran hubungan tersebut berdasarkan pengalamannya yang dulu.
2.      Model peranan (role model)
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan “naskah” yang telah dibuat oleh masyarakat. Terdapat empat konsep pokok yang harus diperhatikan dalam model ini untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik, yaitu:
a.       Ekspektasi peranan (role expectation)
Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas, dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok.
Contoh:     Guru diharapkan berperan sebagai pendidik yang bermoral dan menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya.
b.      Tuntutan peranan (role demands)
Tuntutan peranan adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Desakan sosial dapat berwujud sanksi sosial dan dikenakan bila individu menyimpang dari perannya.
Contoh:     Guru yang melakukan kekerasan pada anak didiknya akan mendapat sanksi dari pemerintah, yang dapat berupa diberhentikan dari tugasnya untuk mengajar.
c.       Keterampilan peranan (role skills)
Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu, kadang dsebut juga kompetensi sosial. Sering dibedakan antara keterampilan kognitif dengan keterampilan tindakan. Keterampilan kognitif menunjuk pada kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan orang lain dari dirinya. Sedangkan keterampilan tindakan menunjuk pada kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan harapan.
Contoh:     Guru memang diharapkan dapat berperan sebagai pendidik yang bermoral dan menjadi teladan bagi anak didiknya. Untuk itu seorang guru harus berusaha memberikan ilmunya semaksimal mungkin dan menjaga perilakunya agar dapat mewujudkan harapan tersebut.
d.      Konflik peranan
Konflik peranan terjadi bila individu tidak sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif.
Contoh: Seorang ayah yang juga berperan sebagai kepala sekolah, harus memberi hukuman pada anaknya yang berbuat kesalahan di sekolah.
3.      Model permainan
Model ini berasal dari psikiater Erie Berne (19964, 1972). Analisisnya kemudian dikenal sebagai analisis transaksional. Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian kepribadian manusia yaitu:
a.    Orang tua (parent), adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita.
b.  Orang dewasa (adult), adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional.
c.    Anak (child), adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan kesenangan.
Contoh:       Suatu hari terdapat seorang suami yang sakit dan meminta perhatian dari istrinya (kepribadian anak). Istri tersebut merawat sang suami seperti seorang ibu (kepribadian orang tua). Namun, bila sang istri tidak menghiraukan dan menyuruh sang suami untuk pergi ke dokter maka inilah kepribadian orang dewasa (kepribadian anak dibalas dengan orang dewasa).
4.      Model interaksional (interactional model)
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif, dan medan. Semua sistem, terdiri atas subsistem-subsistem yang saling bergantung dan bertindak bersama sabagai satu kesatuan. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan, serta permainan yang dilakukan.

B.   Pembentukan Kesan dan Ketertarikan Interpersonal
Menurut Baron & Byrne (2006) interpersonal attraction adalah penilaian seseorang terhadap sikap orang lain, di mana penilaian tersebut dapat diekspresikan melalui suatu “dimensi,” dari strong liking sampai dengan strong dislike. Jadi, ketika kita berkenalan dengan orang lain, sebenarnya kita melakukan penilaian terhadap orang tersebut.  Apakah orang tersebut cukup sesuai untuk menjadi teman atau sebaliknya, hingga mungkin kita memilih untuk tidak melakukan interaksi sama sekali. Konteks penilaian ini adalah dalam melakukan hubungan interpersonal. Dimensi yang dimaksud memuat lima tingkat interaksi, yaitu strong liking, mild liking, neutral, mild dislike, dan strong dislike.
Tabel Dimensi
Tingkat Interaksi
Kategori Evaluasi
Contoh Interaksi
Strong liking
Teman (Friend)
Menghabiskan waktu bersama, merencanakan pertemuan.
Mild liking
Teman dekat (close acquaintance)
Menikmati interaksi ketika bertemu.
Neutral
Teman biasa (superficial acquaintance)
Saling mengenal satu sama lain dan saling menyapa.
Mild dislike
Pengganggu (annoying acquaintance)
Memilih untuk menghindari interaksi.
Strong Dislike
Tidak diinginkan (Undesirable)
Menghindari kontak secara aktif.
Ketika kita menilai orang yang baru kita kenal dengan  kategori evaluasi teman kita (friend), tentu kita akan merasa senang untuk menghabiskan waktu dengan kegiatan bersama, bahkan mungkin merencanakan untuk dapat bertemu di lain waktu. Namun sebaliknya, ketika kategori evaluasinya adalah pengganggu (annoying), saat ada pertemuan dalam suatu ruangan yang sama, barangkali kita lebih memilih untuk menghindari interaksi dengan orang tersebut dengan melakukan kegiatan lain, misalnya pergi dari ruangan tersebut,  pura-pura tidak melihat, ataupun mencari orang yang lebih cocok untuk diajak berbicara.

        C.   Intimasi dan Hubungan Pribadi
Secara harfiah intimasi dapat diartikan sebagai kedekatan atau keakraban dengan orang lain. Intimasi dalam pengertian yang lebih luas telah banyak dikemukan oleh para ahli. Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan. Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
Intimasi menurut Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Selain itu dalam proses intimasi perlu untuk memasukkan unsur perasaan bersatu dengan orang lain.
Kebutuhan untuk bersatu dengan orang lain merupakan pendorong yang sangat kuat bagi individu untuk membentuk suatu hubungan yang kuat, stabil, dekat dan terpelihara dengan baik (Papalia dkk, 2001). Kedekatan perasaan seperti ini dapat menimbulkan suatu hubungan yang erat dimana hubungan ini sebagai lambang dari empati (Parrot dan Parrot, 1999). Berdasarkan beberapa pengertian intimasi di atas, dapat disimpulkan bahwa intimasi adalah suatu hubungan interpersonal yang berkembang dari hubungan timbal balik antara dua individu, yang terwujud melalui saling berbagi berbagi perasaan dan pikiran yang terdalam, saling membuka diri, serta saling menerima dan menghormati satu sama lain.
Sumber:
Basuki, A.M. Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press)