STRES
A.
Arti Penting
Stres
Stress adalah bentuk
ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini
mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat
produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya,
stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress
disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut
strain.
Menurut Robbins (2001)
stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis
seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan
tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress
dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang
mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari
dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja
mereka.
Menurut Handoko (1997),
stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir
dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan
seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Menurut Selye (Bell,
1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya
ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya
denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor
dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa
tidak mampu untuk terus bertahan.
Jadi, stress dapat
mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua
efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positit, tergantung bagaimana kuatnya
individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut
mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.
B. Tipe-Tipe Stres Psikologis
Menurut
Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis, yaitu:
1.
Frustasi
Frustasi muncul karena adanya kegagalan saat ingin
mencapai suatu hal/tujuan. Misalnya seseorang mengalami kegagalan dalam
pekerjaan yang mengakibatkan orang tersebut harus turun jabatan. Orang yang
memiliki tujuan tersebut mendapat beberapa rintangan/hambatan yang tidak mampu
ia lalui sehingga ia mengalami kegagalan atau frustasi.
Frustasi ada yang
bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha)
dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang
dicintai, krisis ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain.
2.
Konflik
Konflik
ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan,
kebutuhan, aau tujuan. Saat seseorang dihadapkan dalam situasi yang berat untuk
dipilih, orang tersebut akan mengalami konflik dalam dirinya. Bentuk konflik
digolongkan menjadi tiga bagian,approach-approach conflict, approach-avoidant
conflict, avoidant-avoidant conflict.
3.
Tekanan
Tekanan
timbul dari tuntutan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri
individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi sehingga
menimbulkan tekanan dalam diri seseorang. Tekanan juga berasal dari luar diri
individu, misalnya orang tua yang menuntut anaknya untuk masuk ke dalam jurusan
yang tidak diminati oleh anaknya, anak yang menuntut orang tua untuk dibelikan
semua kemauannya, dan lain-lain.
4.
Kecemasan
Kecemasan
merupakan suatu kondisi ketika individu merasakan kekhawatiran/kegelisahan,
ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan
akan terjadinya sesuatu yang buruk. Misalnya seorang anak yang sering dimarahi
ibunya, anak tersebut akan merasakan kecemasan yang cukup tinggi jika ia melakukan
hal yang akan membuat ibunya marah padahal ibu si anak tersebut belum tentu
marah padanya.
Quick dan Quick (1984)
mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1.
Eustress, yaitu
hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif
(bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga
organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan
adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2.
Distress, yaitu
hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan
destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan
juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran
(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan,
dan kematian.
C.
Symptom –
Reducing Respons terhadap Stres
Berikut ini beberapa mekanisme
pertahanan diri (defense mechanism)
yang biasa digunakan individu untuk dijadiakan strategi saat menghadapi stress:
1.
Represi
Represi
adalah konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan
ditekan ke dalam alam tidak sadar dan dengan sengaja melupakan. Misalnya
seorang karyawan yang dengan sengaja melupakan kejadian saat ia dimarahi oleh
bosnya tadi siang.
2.
Proyeksi
Proyeksi
adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada
objek di luar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain.
Mutu proyeksi lebih rendah daripada rasionalisasi. Contohnya seorang anak tidak
menyukai temannya, namun ia berkata temannyalah yang tidak menyukainya.
3.
Overcompensation/
reaction formation
Perilaku
seseorang yang gagal mencapai tujuan dan orang tersebut tidak mengakui tujuan
pertama tersebut dengan cara melupakan serta melebih-lebihkan tujuan kedua yang
biasanya berlawanan dengan tujuan pertama. Misalnya seorang anak yang ditegur
gurunya karena mengobrol saat upacara, bereaksi dengan menjadi sangat tertib
saat melaksanakan upacara dan menghiraukan ajakan teman untuk mengobrol.
4.
Regresi
Regresi
adalah mekanisme perilaku seseorang yang apabila menghadapi konflik frustasi,
ia menarik diri dari pergaulan dengan lingkunganya. Misalnya artis yang sedang
digosipkan berselingkuh, karena malu maka ia menarik diri dari perkumpulannya.
5.
Fantasi
Fantasi
adalah apabila seseorang menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri dengan
berkhayal/berfntasi, misalnya dengan lamunan. Contoh seorang pria yang tidak
memiliki keberanian untuk menyatakan rasa cintanya melamunkan berbagai fantasi
dirinya dengan orang yang ia cintai.
D.
Pendekatan Problem
Solving terhadap Stres
Siswanto menjelaskan
dalam bukunya bahwa dalam menangani stres dapat menggunakan metode Biofeedback, tekniknya adalah mengetahui
bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk
menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit
sebagai feedback. Tetapi jika kalian
tahu tentang hipno-self, kalian
cukup menghipnotis diri sendiri dan melakukan sugesti untuk diri sendiri, cara
ini lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Dan
jika kalian ingin melakukan hipno-self,
utamanya adalah tempat harus nyaman dan tenang, dan kalian cukup membangkitkan
apa yang menyebabkan kalian stres, cari tahu gejalanya hingga akar dari masalah
tersebut, kemudian berikan sugesti-sugesti yang positif, dan juga sertakan
pendekatan secara spiritual dengan Tuhan. Atau kita mengatasi rasa stress
dengan cara kita mencari penyebab stress itu sendiri (stressor) setelah kita
tau penyebabnya kita harus bisa memilih mana jalan keluar terbaik untuk masalah
kita, jika perlu meminta bantuan orang lain. Atau kita cerita kepada
teman-teman kita yang bisa dipercaya mungkin itu bisa sedikit menenangkan hati
kita dan mengurangi rasa stress kita.
Hubungan Interpersonal
A.
Model-Model
Hubungan Interpersonal
Sebelum membahas
mengenai model-model hubungan interpersonal, sebaiknya kita pahami dulu
mengenai hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal (antarpribadi) adalah hubungan yang
terdiri atas dua orang atau lebih, yang memiliki ketergantungan satu sama lain
dan menggunakan pola interaksi yang konsisten. Ketika akan menjalin hubungan
interpersonal, akan terdapat suatu proses dan biasanya dimulai dengan interpersonal
attraction.
Untuk menganalisis hubungan interpersonal, menurut Goleman dan Hammen
dalam Jalaluddin Rakhmat (2011) terdapat empat buah model, yaitu:
1. Model pertukaran sosial (social exchange model)
Model ini
memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Pada model
ini, orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang
memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley dalam Jalaluddin Rakhmat (2011)
menyimpulkan model ini sebagai asumsi dasar bahwa setiap individu secara
sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan
tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Terdapat empat
konsep pokok dalam model ini, yaitu:
a.
Ganjaran
Ganjaran
adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu
hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap
nilai. Nilai suatu ganjaran berbeda antara seseorang dengan orang lain, dan
antara waktu yang satu dengan waktu yang lain.
Contoh:
Bagi orang miskin, uang lebih berharga daripada ilmu pengetahuan. Sedangkan
bagi orang kaya, mungkin penerimaan sosial lebih berharga daripada uang.
b.
Biaya
Biaya
adalah akibat yang dinilai negatif, yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya
dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri. Biaya
juga berubah-ubah sesuai waktu dan orang yang terlibat.
Contoh:
Bila seorang anak yang miskin berteman dengan sekelompok anak yang kaya. Dalam
bergaul, anak miskin ini sering diejek oleh anak-anak kaya tersebut. Anak
miskin tersebut mendapat biaya berupa keruntuhan harga diri karena sering
diejek oleh teman-temannya.
c.
Hasil atau laba
Hasil
atau laba adalah ganjaran dikurangi dengan biaya. Bila seorang individu merasa dalam
sebuah hubungan tidak memperoleh hasil atau laba sama sekali maka individu
tersebut akan mencari hubungan yang lain.
Contoh:
Apabila kita memiliki sahabat yang egois. Kita tetap akan membantunya,
sekadar agar persahabatan dengan orang tersebut tidak putus. Bila bantuan
(biaya) disini ternyata lebih besar daripada nilai persahabatan (ganjaran) yang
diterima, maka kita rugi atau tidak mendapat laba.
d.
Tingkat perbandingan
Tingkat
perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria
dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat
berupa pengalaman masa lalu atau alternatif hubungan lain.
Contoh:
Bila seorang gadis pernah berpacaran dengan seorang pria yang berjalan sangat
bahagia, tetapi akhirnya putus. Saat berpacaran dengan pria lain, maka gadis
tersebut akan mengukur ganjaran hubungan tersebut berdasarkan pengalamannya
yang dulu.
2. Model peranan (role model)
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memainkan peranannya sesuai
dengan “naskah” yang telah dibuat oleh masyarakat. Terdapat empat konsep pokok
yang harus diperhatikan dalam model ini untuk mengembangkan hubungan
interpersonal yang baik, yaitu:
a.
Ekspektasi peranan (role expectation)
Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas,
dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok.
Contoh: Guru diharapkan
berperan sebagai pendidik yang bermoral dan menjadi teladan yang baik bagi anak
didiknya.
b.
Tuntutan peranan (role demands)
Tuntutan peranan adalah desakan sosial yang memaksa
individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Desakan sosial
dapat berwujud sanksi sosial dan dikenakan bila individu menyimpang dari
perannya.
Contoh: Guru yang melakukan
kekerasan pada anak didiknya akan mendapat sanksi dari pemerintah, yang dapat
berupa diberhentikan dari tugasnya untuk mengajar.
c.
Keterampilan peranan (role skills)
Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan
peranan tertentu, kadang dsebut juga kompetensi sosial. Sering dibedakan antara
keterampilan kognitif dengan keterampilan tindakan. Keterampilan kognitif
menunjuk pada kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan orang
lain dari dirinya. Sedangkan keterampilan tindakan menunjuk pada kemampuan melaksanakan
peranan sesuai dengan harapan.
Contoh: Guru memang
diharapkan dapat berperan sebagai pendidik yang bermoral dan menjadi teladan
bagi anak didiknya. Untuk itu seorang guru harus berusaha memberikan ilmunya
semaksimal mungkin dan menjaga perilakunya agar dapat mewujudkan harapan
tersebut.
d.
Konflik peranan
Konflik peranan terjadi bila individu tidak sanggup
mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif.
Contoh: Seorang ayah yang juga berperan sebagai
kepala sekolah, harus memberi hukuman pada anaknya yang berbuat kesalahan di
sekolah.
3. Model permainan
Model ini berasal dari psikiater Erie Berne (19964,
1972). Analisisnya kemudian dikenal sebagai analisis transaksional. Dalam model
ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan. Mendasari
permainan ini adalah tiga bagian kepribadian manusia yaitu:
a. Orang tua
(parent), adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita
terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita.
b. Orang
dewasa (adult), adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara
rasional.
c. Anak
(child), adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman
kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan
kesenangan.
Contoh: Suatu
hari terdapat seorang suami yang sakit dan meminta perhatian dari istrinya
(kepribadian anak). Istri tersebut merawat sang suami seperti seorang ibu
(kepribadian orang tua). Namun, bila sang istri tidak menghiraukan dan menyuruh
sang suami untuk pergi ke dokter maka inilah kepribadian orang dewasa
(kepribadian anak dibalas dengan orang dewasa).
4. Model interaksional (interactional model)
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif, dan medan.
Semua sistem, terdiri atas subsistem-subsistem yang saling bergantung dan
bertindak bersama sabagai satu kesatuan. Setiap hubungan interpersonal harus
dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan
peranan, serta permainan yang dilakukan.
B.
Pembentukan Kesan dan
Ketertarikan Interpersonal
Menurut Baron & Byrne (2006) interpersonal
attraction adalah penilaian seseorang terhadap sikap orang lain, di mana
penilaian tersebut dapat diekspresikan melalui suatu “dimensi,” dari strong
liking sampai dengan strong dislike. Jadi, ketika kita berkenalan
dengan orang lain, sebenarnya kita melakukan penilaian terhadap orang
tersebut. Apakah orang tersebut cukup sesuai untuk menjadi teman atau
sebaliknya, hingga mungkin kita memilih untuk tidak melakukan interaksi sama
sekali. Konteks penilaian ini adalah dalam melakukan hubungan interpersonal.
Dimensi yang dimaksud memuat lima tingkat interaksi, yaitu strong liking,
mild liking, neutral, mild dislike, dan strong dislike.
Tabel Dimensi
Tingkat
Interaksi
|
Kategori
Evaluasi
|
Contoh
Interaksi
|
Strong liking
|
Teman
(Friend)
|
Menghabiskan
waktu bersama, merencanakan pertemuan.
|
Mild liking
|
Teman
dekat (close acquaintance)
|
Menikmati
interaksi ketika bertemu.
|
Neutral
|
Teman
biasa (superficial acquaintance)
|
Saling
mengenal satu sama lain dan saling menyapa.
|
Mild dislike
|
Pengganggu
(annoying acquaintance)
|
Memilih
untuk menghindari interaksi.
|
Strong Dislike
|
Tidak
diinginkan (Undesirable)
|
Menghindari
kontak secara aktif.
|
Ketika
kita menilai orang yang baru kita kenal dengan kategori evaluasi teman
kita (friend), tentu kita akan merasa senang untuk menghabiskan waktu
dengan kegiatan bersama, bahkan mungkin merencanakan untuk dapat bertemu di
lain waktu. Namun sebaliknya, ketika kategori evaluasinya adalah pengganggu (annoying),
saat ada pertemuan dalam suatu ruangan yang sama, barangkali kita lebih
memilih untuk menghindari interaksi dengan orang tersebut dengan melakukan
kegiatan lain, misalnya pergi dari ruangan tersebut, pura-pura tidak melihat, ataupun mencari
orang yang lebih cocok untuk diajak berbicara.
C. Intimasi
dan Hubungan Pribadi
Secara harfiah intimasi
dapat diartikan sebagai kedekatan atau keakraban dengan orang lain. Intimasi
dalam pengertian yang lebih luas telah banyak dikemukan oleh para ahli. Shadily
dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang
didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan. Sullivan (Prager, 1995)
mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk
mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain. Kemudian, Steinberg (1993)
berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara
dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk
memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif
serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
Intimasi menurut
Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan
yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua
individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada
hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling
mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup,
keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada
tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi,
memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang
terjadi pada orang yang dekat dengannya.
Atwater (1983)
mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal,
hubungan kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama.
Intimasi mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi
pikiran dan perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan
komunikasi yang penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi
bersama dan memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud
melalui saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta
kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia
dkk, 2001).
Selain itu dalam proses intimasi perlu untuk memasukkan unsur perasaan bersatu
dengan orang lain.
Kebutuhan untuk bersatu
dengan orang lain merupakan pendorong yang sangat kuat bagi individu untuk membentuk
suatu hubungan yang kuat, stabil, dekat dan terpelihara dengan baik (Papalia
dkk, 2001). Kedekatan perasaan seperti ini dapat menimbulkan suatu hubungan
yang erat dimana hubungan ini sebagai lambang dari empati (Parrot dan Parrot,
1999). Berdasarkan beberapa pengertian intimasi di atas, dapat disimpulkan
bahwa intimasi adalah suatu hubungan interpersonal yang berkembang dari
hubungan timbal balik antara dua individu, yang terwujud melalui saling berbagi
berbagi perasaan dan pikiran yang terdalam, saling membuka diri, serta saling
menerima dan menghormati satu sama lain.
Sumber:
Basuki, A.M. Heru.
(2008). Psikologi Umum. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Munandar,
Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit
Universitas
Indonesia (UI-Press)