1. Pengantar
A.
Orientasi
Kesehatan Mental
Beberapa ahli
mengemukakan orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, yang
terbagi menjadi tiga orientasi, yaitu :
1)
Orientasi Klasik
Orientasi klasik ini
banyak digunakan dalam dunia kedokteran, termasuk psikiatri. Menurut pandangan
orientasi klasik, individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai
keluhan tertentu, seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri, atau
perasaan tak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan “sakit” atau “perasaan
tak sehat”, serta mengganggu efisiensi dan efektifitas kegiatan sehari-hari.
Individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan secara fisik
dan mental. Sehat fisik merujuk pada tidak adanya keluhan secara fisik, dan
sehat mental merujuk pada tidak adanya keluhan secara mental.
2)
Orientasi Penyesuaian Diri
Pandangan
yang digunakan sebagai landasan orientasi penyesuaian diri adalah pendekatan
yang menegaskan bahwa manusia pada umumnya adalah makhluk yang sehat secara
mental. Dengan pandangan ini penentuan sehat atau sakit mental dilihat sebagai
derajat kesehatan mental. Selain itu, berdasarkan orientasi penyesuaian diri,
kesehatan mental dipahami sebagai kondisi kepribadian individu secara utuh.
Penentuan derajat kesehatan mental bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga
berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan individu dalam
lingkungannya. Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan
tuntutan-tuntutan masyarakat tempat dimana individu hidup, masalah-masalah
hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
Kesehatan mental
merupakan kemampuan individu untuk secara aktif menyesuaikan diri sesuai
tuntutan kenyataan di sekitarnya, yang merujuk pada tuntutan yang berasal dari
masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di
sekitarnya. Penyesuaian diri ini tidak mengakibatkan perubahan kepribadian,
stabilitas diri tetap terjaga, dan tetap memiliki otonomi diri. Individu dapat
menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk
berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki. Individu yang sehat akan melihat
realitas terhadap masalah yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya
berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil.
Individu yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas internal dan eksternal
dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau kompulsif-repetitif tetapi
merespons secara realistis dan berorientasi pada masalah.
3)
Orientasi Pengembangan Potensi
Menurut
pandangan ini, kesehatan mental terjadi bila potensi-potensi kreatifitas, rasa
humor, rasa tanggung jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap dapat berkembang
secara optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan
lingkungan disekitarnya. Individu dianggap mencapai taraf kesehatan mental,
bila ia mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju
kedewasaan sehingga dapat dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Individu
yang sehat mental adalah individu yang dapat dan mampu mengembangkan dan
memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang
positif-konstruktif, sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya. Pemanfaatan
dan pengembangan potensi ini dapat dipergunakan dalam kegiatan dan kehidupan
sehari-hari.
B.
Konsep Sehat
Konsep sehat dan kesehatan merupakan dua hal
yang hampir sama tapi berbeda. Konsep sehat menurut Parkins
(1938) adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi
tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Sementara menurut
White (1977), sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa
tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan
kelainan.
Beberapa abad yang lalu, sehat diartikan sebagai suatu kondisi yang normal
dan alami sehingga suatu kondisi yang tidak normal dan bertentangan dengan alam
dianggap tidak sehat. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mengembangkan defenisi tentang sehat. Pada sebuah publikasi WHO tahun
1957, konsep sehat didefenisikan sebagai suatu keadaan dan kualitas dari organ
tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan
yang dimiliki. Sementara konsep WHO tahun 1974, menyebutkan bahwa Sehat adalah keadaan sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak hanya bebas
dari penyakit atau kelemahan.
C.
Sejarah Perkembangan
Sejarah perkembangan
kesehatan mental pertama kali itu pada jaman nenek moyang yang mengalami
gangguan mental seperti halnya homo sapiens sendiri. Mereka mengalami
kecelakaan dan demam yang merusak mental. Jadilah manusia yang dengan rasa
putus asa selalu berusaha untuk menjelaskan tentang penyakit mental. Dengan
kesehatan mental ini kita dapat bandingkan dengan mata uang yang mempunyai dua
sisi yang di sisi satunya sakit dan yang di sisi satunya lagi sehat. Di sisi
ini dapat dilihat kemungkinan di kedua sisi itu kira kira 50:50.
Perlu diketahui disini
sejarah tercatat melaporkan berbagai macam interpretasi mengenai penyakit
mental dan cara menghilangkannya. Hal ini disebabkan oleh dua alasan , yaitu Sifat
dari masalah yang disebabkan oleh tingkah laku abnormal membuatnya menjadi
merasa ketakutan; Perkembangan semua ilmu pengetahuan begitu lambat , dan
banyak kemajuan yang sangat penting. Pada masa awal awal orang yang sakit
mental dapat dipahami secara keseluruhan sering diperlakukan dengan kurang
baik. Di jaman prasejarah pun manusia purba sering kali mengalami gangguan
mental baik fisik maupun gangguan yang baik. Di jaman prasejarah ini juga
terdapat perawatan-perawatan untuk penyakit gangguan mental yaitu :
menggosok,menjilat,mengisap dan memotong.
Sejarah kesehatan
mental tidaklah sejelas sejarah ilmu kedokteran. Ini terutama karna masalah
mental bukan merupakan masalah fisik yang dengan mudah dapat diamati dan
terlihat. Hal ini lebih karna mereka sehari-hari hiduo bersama sehingga tingkah
laku yang mengindikasikan gangguan mental dianggap hal yang biasa bukan lagi
sebagai gangguan.
2.
Teori Kepribadian Sehat
A.
Aliran Psikoanalisa
Teori psikoanalisa
menelaah kepribadian pribadi motif motif tak sadar yang mengarah perilaku.
Teori psikoanalisa membahas perkembangan kepribadian. Freud membandingkan
pikiran manusia dengan gunung es. Bagian kecil yang tampak si atas permukaan
air menggambarkan pengalaman sadar; bagian yang lebih besar di bawah permukaan
air menggambarkan ketidaksadaran gudang impuls, nafsu, ingatan yang tidak
terjangkau, yang mempengaruhi pikiran dan perilaku. Bagian ketidaksadaran psike
inilah yang berusaha diselidiki Freud melalui tekhnik asosiasi bebas, yang
menghendaki orang menyatakan hal-hal yang muncul dalam kesadarannya, tidak
peduli apakah hal itu tampak memalukan atau tampak tidak ada artinya. Dengan
menganalisis asosiasi bebas, termasuk ingatan tentang mimpi dan kenangan masa
kanak-kanak awal, Freud berusaha mambantu pasiennya menyadari hal-hal yang
tidak disadari dang dengan cara demikian menemukan faktor penentu utama
kepribadian.
Freud yakin bahwa
kepribadian tersusun dari tiga sistem utama: Id, Ego, Superego.
1)
Id: merupakan
bagian yang paling primitive, yang sudah ada sejak lahir. Dari Id inilah ego
dan superego berkembang. Id terdiri dari impuls (dorongan) biologis dasar,
seperti kebutuhan makan, minum, buang air, menghindari rasa sakit, dan
memperoleh kenikmatan seksual.
2)
Ego: mengikuti
prinsip realitas pemuasan impuls harus di tunda sampai ditemukan kondisi
lingkungan yang tepat. Misalnya dengan mempertimbangkan dunia nyata, ego
menunda pemuasan impuls seksual sampai diperoleh kondisi yang tepat. Pada dasarnya,
ego merupakan badan eksekuif kepribadian yang menetapkan tindakan apa yang
tepat, impuls id mana yang akan dipuaskan, dan cara pemuasan apa yang akan dilakukan.
Ego menjadi penegah antara tuntutan id, realitas lingkungan dan tuntutan
superego.
3)
Superego:
gambaran internalisasi nilai dan moral masyarakat yang diajarkan orangtua dan
orang lain pada anak. Pada dasarnya superego merupakan hati nurani seseorang.
Superego menilai apakah suatu tindakan benar atau salah. Id cari kesenangan,
ego menguji realitas, dan superego berusaha menjadi sempurna. Superego
berkembang sebagai respons terhadap ganjaran dan hukuman orangtua.
B.
Aliran
Humanistik
Menurut aliran
humanistik kepribadian yang sehat, individu dituntut untuk mengembangkan
potensi yang terdapat didalam dirinya sendiri. Bukan saja mengandalakan
pengalaman-pengalaman yang terbentuk pada masa lalu dan memberikan diri untuk
belajar mengenai suatu pola mengenai yang baik dan benar sehingga menghasilkan
respon individu yang bersifat pasif.
Ciri dari kepribadian sehat adalah mengatualisasikan diri, bukan respon pasif
buatan atau individu yang terimajinasikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu.
Aktualisasi diri adalah mampu mengedepankan keunikan dalam pribadi setiap
individu, karena setiap individu memiliki hati nurani dan kognisi untuk
menimbang-nimbang segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya.
Humanistik menegaskan
adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan
diri. Bagi ahli-ahli psikologi humanistik, manusia jauh lebih banyak memiliki
potensi. Manusia harus dapat mengatasi masa lampau, kodrat biologis, dan
ciri-ciri lingkungan. Manusia juga harus berkembang dan tumbuh melampaui
kekuatan-kekuatan negatif yang secara potensial menghambat.
Gambaran ahli psikologi
humanistik tentang kodrat manusia adalah optimis dan penuh harapan. Mereka
percaya terhadap kapasitas manusia untuk memperluas, memperkaya, mengembangkan,
dan memenuhi dirinya, untuk menjadi semuanya menurut kemampuan yang ada. Aliran
Humanistik juga memfokuskan diri pada kemampuan manusia untuk berfikir secara
sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya guna meraih potensi
maksimal. Manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta
mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku
mereka.
C.
Pendapat Fromm
Menurut Erich Fromm,
manusia adalah makhluk sosial. Berdasarkan pada pendapat tersebut, maka salah
satu ciri pribadi yang sehat berarti adanya kemampuan untuk hidup dalam
masyarakat sosial.
Menurut Fromm, ada lima
watak sosial di dalam masyarakat: Penerimaan (receptive), Penimbunan (hoarding),
Penjualan/pemasaran (marketing),
Penghisapan/pemerasan (exploitative),
Produktif (productive).
Dari kelima watak
sosial ini yang benar-benar tepat dan sehat hanyalah watak produktif karena
watak produktif didorong oleh cinta dan akal budi dan dapat membantu
perkembangan dan pertumbuhan pribadi dan masyarakat. Masyarakat yang baik perlu
ditopang dengan cinta. Oleh karena itu, Fromm menyebutkan 5 tipe yang berbeda
tentang cinta, yaitu: cinta persaudaraan, cinta keibuan, cinta erotik, cinta
diri, dan cinta illahi.
Menurut Fromm, cinta
sangat penting untuk membangun dunia yang lebih baik sebab yang dicari setiap
orang di dalam masyarakat bukan penderitaan. Jadi menurut Fromm, pribadi yang
sehat adalah pribadi yang mampu hidup dalam masyarakat sosial yang ditandai
dengan hubungan-hubungan yang manusiawi, diwarnai oleh solidaritas penuh cinta
dan tidak saling merusak atau menyingkirkan satu dengan lainnya.
Penyesuaian Diri
1.
Konsep
Penyesuaian Diri
Penyesuaian dapat
diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan
eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan
jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan
tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang
berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai
penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi
respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik,
kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan
menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian sebagai
penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara
positif memiliki respons emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan
bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri
sendiri dan pada lingkungannya.
Penyesuaian diri adalah
proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan
sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna
tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang terjadi jika manusia/individu selalu
dalam keadaan seimbang antara dirnya dengan lingkungannya dimana tidak ada lagi
kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan dimana semua fungsi organisme/individu
berjalan normal. Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempurna itu tidak pernah
dapat dicapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat sutau proses
sepanjang hayat (lifelong process), dan tantangan hidup guna mencapai pribadi
yang sehat. Respons penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat
dipandang sebagai sutau upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan
dan untuk memelihara kondisi-kondisi keseimbangan sutau proses kearah hubungan
yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses
penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi dan individu
didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari
tegangan. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila
ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat
diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
Tidak selamanya
individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada
rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan
penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau
mungkin diluar dirinya. Dalam hubungannya dengan rintangan-rintangan tersebut
ada individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif,
namun adapula individu-individu yang melakukan penyesuaian diri yang salah.
Berikut ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan
penyesuaian diri yang salah.
Sumber :
Schultz, Duane.1991. Psikologi Pertumbuhan.
Yogyakarta: Kanisius
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepribadian