1.
Pengertian Cinta Kasih
Menurut kamus umum bahasa Indonesia karya
W.J.S Poerwa Darminta, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa)
sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tertarik hatinya.
Sedangkan kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh
belas kasihan, dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga
kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan
sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh
belas kasih. Walaupun cinta kasih memegang peranan yang penting dalam kehidupan
manusia, saebab cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan,
pembentukan kelurga dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat dimasyarakat dan
hubungan manusiawi yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh
antara manusia dengan Tuhanya sehingga manusia menyembah Tuhan dengan ichlas,
mengikuti perintahNya, dan berpegang teguh pada syariatNya.
Pengertian tentang cinta dikemukakan juga
oleh Dr. Sarlito W. Sarwono, dikatakan bahwa cinta memiliki tiga unsur yaitu:
keterikatan. Keintiman, dan kemesraan. Yang dimaksud dengan
keterikatan adalah adanya perasaan untuk hanya bersama dia, segala prioritas
untuk dia, tidak mau pergi dengan orang lain kecuali dengan dia, kalau janji
dengan dia harus ditepati. Unsur yang kedua adalah keintiman yaitu
adanya kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukan bahwa antara anda
dengan dia sudah tidak ada jarak lagi. Panggilan-panggilan formal seperti
bapak, ibu, saudara digantikan dengan sekedar memanggil nama atau
sebutan, sayang dan sebagainya.Makan minum dari satu piring, cangkir tanpa rasa
risi, pinjam meminjam baju, saling memakai uang tanpa rasa berhutang, tidak
saling menyimpan rahasia dan lain-lainya. Unsur yang ketiga adalah
kemesraan, yaitu adanya rasa ingin membelai dan dibelai, rasa kangen kalau jauh
atau lama tidak bertemu, adanya ucapan-ucapan yang mengungkapkan rasa
sayang,dan seterusnya.
2.
Macam-Macam Cinta Kasih
Cinta kasih antar orang tua dan anak. Orang tua
yang memperhatikan dan memenuhi kebutuhan anaknya, berarti mempunyai rasa cinta
kasih terhadap anak. Mereka selalu mengharapkan agar anaknya menjadi orang baik
dan berguna dikemudian hari.
Cinta kasih antara pria dan wanita. Seseorang
pria menaruh perhatian terhadap seorang gadis dengan perilaku baik, lemah
lembut, sopan, apalagi memberikan seuntai mawar merah, berarti ia menaruh cinta
kasih terhadap gadis itu.
Cinta kasih antara sesama manusia. Apabila
seorang sahabat berkunjung ke rumah kawannya yang sedang sakit dan membawa obat
kepadanya berarti bahwa sahabat itu menaruh cinta kasih terhadap kawannya yang
sakit itu.
Cinta kasih antara manusia dan Tuhan. Apabila
seorang taat beribadah, menurut perintah Tuhan, dan menjauhi larangan-Nya, orang
itu mempunyai cinta kasih kepada Tuhan penciptanya.
Cinta kasih manusia terhadap lingkungannya.
Apabila seseorang menciptakan taman yang indah, memelihara taman pekarangan,
tidak menebang kayu di hutan seenaknya, menanam tanah gundul dengan teratur, tidak
berburu hewan secara semena-mena atau dikatakan bahwa orang itu menaruh cinta
kasih atau menyayangi lingkungan hidupnya.
3.
Cinta Kasih Menurut
Agama
a.
Cinta kepada Allah
Puncak cinta manusia,
yang paling bening, jernih dan spiritual ialah cintanya kepada Allah dan
kerinduannya kepada-Nya. Tidak hanya dalam shalat, pujian, dan doanya saja,
tetapi juga dalam semua tindakan dan tingkah lakunya. Semua tingkah laku dan
tindakannya ditujukan kepada Allah, mengharapkan penerimaan dan ridho-Nya:
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah
maha pengampun lagi maha penyayang” (QS, Mi Imran, 3:31).
Cinta yang ikhlas seorang manusia kepada Allah
akan membuat cinta itu menjadi kekuatan pendorong yang mengarahkannya dalam
kehidupannya dan menundukkan semua bentuk kecintaan lainnya. Cinta ini pun juga
akan membuatnya menjadi seorang yang cinta pada sesama manusia, hewan, semua
makhluk Allah dan seluruh alam semesta. Sebab dalam pandangannya semua wujud
yang ada di sekelilingnya mempunyai manifestasi dari Tuhannya yang
membangkitkan kerinduan-kerinduan spiritualnya dan harapan kalbunya.
b.
Cinta kepada Rasul
Cinta kepada rasul, yang
diutus Allah sebagai rahmah bagi seluruh alam semesta, menduduki peringkat ke
dua setelah cinta kepada Allah. Ini karena Rasul merupakan ideal sempurna bagi
manusia baik dalam tingkah laku, moral, maupun berbagal sifat luhur lainnya.
Seorang mukmin yang benar-benar beriman dengan
sepenuh hati akan mencintai Rasulullah yang telah menanggung derita dakwah
Islam, berjuang dengan penuh segala kesulitan sehingga Islam tersebar di
seluruh penjuru dunia. dan membawa kemanusiaan dan kekelaman kesesatan menuju
cahaya petunjuk.
c.
Cinta kepada diri
sendiri
Cinta diri erat kaitannya
dengan dorongan menjaga diri. Manusia senang untuk tetap hidup, mengembangkan
potensi dirinya, dan mengaktualisasikan diri. Pun ia mencintai segala sesuatu
yang mendatangkan kebaikan pada dirinya. Sebaliknya ia membenci segala sesuatu
yang menghalanginya untuk hidup, berkembang dan mengaktualisasikan diri. Ia
juga membenci segala sesuatu yang mendatangkan rasa sakit, penyakit dan mara
bahaya. Al-Qur’an telah mengungkapkan cinta alamiah manusia terhadap dirinya
sendiri ini, kecenderungannya untuk menuntut segala sesuatu yang bermanfaat dan
berguna bagi dirinya, dan menghindar dari segala sesuatu yang membahayakan
keselamatan dirinya, melalui ucapan Nabi Muhammad SAW, bahwa seandainya beliau
mengetahui hal-hal gaib, tentu beliau akan memperbanyak hal-hal yang baik bagi
dirinya dan menjauhkan dirinya dari segala keburukan.
Diantara gejala yang menunjukkan kecintaan
manusia terhadap dirinya sendiri ialah kecintaannya yang sangat terhadap harta,
yang dapat merealisasikan semua keinginannya dan memudahkan baginya segala
sarana untuk mencapai kesenangan dan kemewahan hidup. (QS, al-Adiyat, 100:8)
d.
Cinta kepada sesama
manusia
Agar manusia dapat hidup
dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan manusia lainnya, tidak boleh
tidak ia harus membatasi cintanya pada diri sendiri dan egoismenya. Pun
hendaknya ia menyeimbangkan cintanya itu dengan cinta dan kasih sayang pada
orang-orang lain, bekerja sama dengan dan memberi bantuan kepada orang lain.
Oleh karena itu, Allah ketika memberi isyarat tentang kecintaan manusia pada
dirinya sendiri, seperti yang tampak pada keluh kesahnya apabila ia tertimpa
kesusahan dan usahanya yang terus menerus untuk memperoleh kebaikan serta
kebakhilannya dalam memberikan sebagian karunia yang diperolehnya, setelah itu
Allah langsung memberi pujian kepada orang-orang yang berusaha untuk tidak
berlebih-lebihan dalam cintanya kepada diri sendiri dan melepaskan diri dari
gejala-gejala itu adalah dengan melalui iman, menegakkan shalat, memberikan
zakat, bersedekah kepada orang-orang miskin dan tak punya dan menjauhi segala
larangan Allah. Keimanan yang demikian ini akan bisa menyeimbangkan antara
cintanya kepada diri sendiri dan cintanya pada orang lain, dan dengan demikian
akan bisa merealisasikan kebaikan individu dan masyarakat.
Al-Qur’an juga menyeru kepada orang-orang yang
beriman agan saling cinta-mencintai seperti cinta mereka pada diri mereka
sendiri. Dalam seruan itu sesungguhnya terkandung pengarahan kepada para mukmin
agar tidak berlebih-lebihan dalam mencintai diri sendiri.
Sumber:
0 comments:
Post a Comment