I. Analisis peranan
konflik dalam mengembangkan manajemen di perusahaan. Serta contoh kasus nyata
dan penyelesaian kasusnya
Sebelum
menganalisis peranan konflik, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi
dari konflik. Secara umum konflik adalah ketidakcocokan dari sejumlah bentuk
interaksi. Menurut S.P. Robbin (dalam Indriyatni, 2010), konflik adalah suatu
proses yang dimulai ketika suatu pihak menganggap pihak lain secara negatif
mempengaruhi atau akan mempengaruhi sesuatu/seseorang yang menjadi kepedulian
pihak pertama. Secara sederhana menurut Hartono (dalam Ahiruddin, 2011),
konflik menunjukan pada setiap ketegangan yang dialami oleh seseorang bila ia
berpandangan bahwa kebutuhan atau keinginannya dihambat atau dikecewakan.
Konflik
sebenarnya tidak hanya berujung pada keburukan tetapi bisa juga berujung dengan
kebaikan, maksudnya dengan adanya konflik maka suatu organisasi bisa menjadi
lebih baik lagi dari sebelumnya. Anggapan ini berkaitan dengan adanya beberapa
pandangan dalam mengartikan suatu konflik yang dikemukakan oleh Stephen (dalam
Indriyatni, 2010), yaitu:
1.
Pandangan
Tradisional
Pendekatan
konservatif menganggap bahwa semua konflik itu buruk atau selalu membawa dampak
negatif
2.
Pandangan
Hubungan Manusia
Konflik
adalah peristiwa yang wajar yang tidak terelakkan dalam suatu organisasi
3.
Pandangan
Interaksionis
Keyakinan
bahwa konflik tidak hanya menjadi kekuatan positif dalam organisasi tetapi
konflik juga sangat diperlukan agar kelompok dapat berkinerja secara efektif
Jadi,
baik atau buruknya konflik dalam organisasi tergantung dari cara suatu kelompok
memandang konflik tersebut.
Indriyatni
(2010), jenis konflik dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Konflik
Fungsional : semua jenis konflik yang
dapat mendukung sasaran organisasi/perusahaan dalam memperbaiki kinerjanya
2. Konflik
Disfungsional: jenis konflik yang dapat menghambat atau merintangi
organisasi/perusahaan dalam memperbaiki kinerjanya
Dari 2 jenis konflik yang sudah disebutkan, bisa
dijelaskan mengenai pengaruh atau peranan konflik dalam mengembangan manajemen
di perusahaan, yaitu:
1.
Konflik
Fungsional
Konflik
ini bersifat konstruktif yang artinya membangun untuk dapat memperbaiki
kualitas pengambilan keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong
perhatian dan keingintahuan diantara anggota. Selain itu, konflik jenis ini
juga penangkal bagi pemikiran kelompok, artinya tidak memberi kesempatan suatu
kelompok secara pasif menerima begitu saja keputusan-keputusan yang diambil.
2.
Konflik
Disfungsional
Konflik ini
bersifat destruktif yang artinya merusak, konflik ini dapat mengurangi
efektivitas organisasi/perusahaan, menghambat komunikasi, mengurangi kekompakan
anggota/karyawan, dikalahkannya kepentingan bersama karena pertikaian antar
anggota.
Contoh kasus:
Kasus ini berasal dari suatu instansi pemerintah
yang berfungsi untuk mengolah berbagai informasi dan mensosialisasikannya
kepada masyarakat di kabupaten X. Pelayanan lembaga ini memiliki kinerja secara
keseluruhan sangat baik, tak jarang lembaga ini menerima penghargaan dari
pemerintah pusat karena prestasinya. Namun dibalik itu semua terdapat masalah
yang menggerogoti lembaga ini. Kinerja yang baik dalam lembaga ini ternyata
hanya terpusat di tingkat pimpinan, tingkat staff kebawah kinerjanya sangat
buruk dan terkesan asal-asalan. Mereka hanya bekerja baik apabila ditunggui
atasannya serta perlu benar-benar diarahkan agar tidak salah. Namun pimpinan
tidaklah mungkin seharian menunggui dan mengarahkan staff yang jumlahnya
puluhan tersebut. Stelah ditelusuri, masalah itu berpangkal dari tidak adanya
motivasi dari staff tersebut, tingkat staff kebawah mayoritas berpendidikan SMP
dan SMU (sekitar 65 %) dan sisanya berpendidikan sarjana. Mereka sangat mungkin
tidak akan pernah mengalami kenaikan golongan kecuali jika mereka sekolah lagi,
itupun harus melalui prosedur yang cukup rumit. Sedangkan untuk naik ke tingkat
yang lebih tinggi juga sangat sulit, mengingat rata-rata usia mereka yang
berumur 40-50 tahun. Akibatnya, mereka memilih pasrah karena merasa tidak
mungkin naik ke jenjang yang lebih tinggi, baik jabatan, golongan ataupun
pendapatan. Hal ini berimplikasi kepada motivasi mereka yang terus menurun.
Penyelesaian kasus:
Pimpinan harus melakukan suatu tindakan misalnya
seperti memberikan motivasi kerja kepada karyawannya agar mereka dapat bekerja
dengan lebih baik lagi dan tidak bekerja asal-asalan. Kasus yang terjadi ini
dapat dikategorikan sebagai jenis konflik fungsional karena dengan adanya
konflik ini suatu kelompok dalam organisasi/perusahaan akan menjadi lebih baik
artinya para karyawan mendapatkan motivasi dari pimpinannya dan akan bekerja
lebih baik.
II. Peranan
kepemimpinan dalam mengatasi konflik struktural dan konflik fungsi kerja yang
terjadi dalam sebuah sistem manajemen di perkantoran. Serta contoh kasus nyata
dan penyelesaian kasusnya
Peran
seorang pemimpin sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai masalah atau
konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau perusahaan, seorang pemimpin
harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik. Schermerhorn (dalam
Nugraheni, 2007) mengemukakan lima gaya dalam pengelolaan konflik yang harus dikuasi
oleh seorang pemimpin, yaitu:
1.
Metode
Penghindaran (avoidance)
Metode
ini dilakukan pemimpin dengan menjadi tidak kooperatif dan tidak asertif,
menyembunyikan ketidaksetujuan, menarik diri dari situasi dan tetap netral
2.
Metode Sama Rata
(smoothing)
Seorang
pemimpin yang bergaya smoothing lebih
memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri
sendiri. Pemimpin menjadi kooperatif tetapi tidak asertif yang tujuannya untuk
mempertahankan keharmonisan organisasi
3.
Metode Kompetisi
(competition)
Orientasi
pada diri sendiri yang tinggi dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan
orang lain, mendorong untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah” serta
menekan pihak lain dengan wewenang yang dimiliki
4.
Metode Kompromi
(compromise)
Gaya
ini menjadikan seorang pemimpin menjadi kooperatif dan asertif pada tingkat
yang sedang yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan
kepentingan pihak lain
5.
Metode Pemecahan
Masalah (problem solution)
Metode
ini melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk duduk bersama,
mengidentifikasi masalah kemudian mencari solusi dimana semua pihak diuntungkan
Untuk
mengatasi konflik struktural, seorang pemimpin sebaiknya menggunakan metode
kompromi (compromise) karena dalam
menangani konflik yang erat kaitannya dengan hirarki jabatan pekerjaan ini,
seorang pemimpin harus memadukan antara kepentingan pihak 1 dan pihak 2
sehingga konflik dapat terselesaikan.
Untuk
mengatasi konflik fungsi kerja, seorang pemimpin sebaiknya menggunakan metode
pemecahan masalah (problem solution).
Konflik fungsi kerja merupakan konflik yang muncul karena suatu departemen
kerja berinteraksi dengan departemen kerja lainnya, dimana antar departemen memiliki
pemahaman berbeda untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Digunakan metode
pemecahan masalah (problem solution)
karena metode ini melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk duduk
bersama, mengidentifikasi masalah kemudian mencari solusi dimana semua pihak
diuntungkan sehingga konflik dapat terselesaikan.
Contoh
kasus:
Fakultas
X Universitas Y merupakan salah satu Fakultas paling favorit di kota Z. Dengan
pengajar yang terdiri dari akademisi dan praktisi yang memiliki komitmen tinggi
di bidang pendidikan serta ditunjang dengan karyawan yang memiliki kualifikasi
diatas rata-rata menjadikan Fakultas X menjadi salah satu Fakultas yang
benar-benar diakui kehandalannya oleh masyarakat luas. Selain itu dibawah
kendali pak dekan A yang terkenal tegas dan tidak memiliki toleransi terhadap
ketidakberesan, Fakultas ini terkenal memiliki tingkat kedisplinan yang tinggi
diantara Fakultas lain di Universitas Y. Setelah menjabat selama 4 tahun, pak
dekan A digantikan oleh bu dekan B sebagai dekan baru. Bu dekan B memiliki gaya
yang lebih humanis dibanding pak dekan A. Beliau mencoba melibatkan dosen dan
karyawan untuk berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan. Menurut
beliau apabila seseorang komit maka tidak masalah, ada pimpinan atau tidak
karena mereka akan bekerja dengan baik. Namun jika mereka dikendalikan oleh
kepatuhan maka mereka menuruti pimpinan karena takut dan terpaksa. Sepintas
suasana kerja yang coba dibangun oleh bu dekan B sangat positif, rileks dan
tidak menimbulkan tekanan. Namun dibalik itu semua ada semacam bom waktu yang
bisa meledak setiap saat, dimana dosen dan karyawan tidaklah sedisplin jaman
pak dekan A, dosen dan karyawan semakin sering menuntut dan bertindak semaunya
sendiri. Mereka benar-benar memanfaatkan gaya kepemimpinan bu dekan B.
Penyelesaian
kasus:
Sebaiknya
sebagai pemimpin, bu dekan B harus mengambil suatu tindakan karena jika tidak
kekacauan ini akan terus berlanjut. Dari teori diatas, bu dekan B seharusnya
menggunakan metode kompromi (compromise)
dalam mengatasi konflik ini. Bu dekan B menjadi kooperatif dan asertif pada
tingkat yang sedang yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri
dan kepentingan pihak lain. Bu dekan B harus bertindak tegas dan disiplin
tetapi tidak perlu seperti pak dekan A dan bu dekan B harus melakukan kompromi
dengan karyawan agar masalah yang muncul dapat diatasi.
III. Pandangan
mengenai praktek dehumanisasi yang muncul dalam praktek manajemen. Serta 2
contoh kasus nyata dan pelanggaran yang terjadi jika praktek dehumanisasi
berlangsung
Menurut
Nick Haslam (dalam Nugroho, 2011) pada intinya dehumanisasi adalah penyangkalan
terhadap esensi manusia. Haslam mengklasifikasikan dua bentuk dehumanisasi (1)
penyangkalan terhadap atribut-atribut yang khas manusiawi yang menyebabkan satu
pihak memandang dan memperlakukan manusia seolah-olah binatang, (2)
penyangkalan terhadap kodrat manusiawi yang membuat satu pihak memandang dan
memperlakukan manusia lain seperti objek atau mesin. Perlakuan seperti ini
tentunya tidak bisa dibiarkan terus terjadi karena setiap manusia memiliki hak
yang sama untuk dihargai dan setiap manusia memiliki hak asasi manusia yang
sama.
Contoh
kasus 1
Kasus
ini berasal dari suatu grup dealer mobil yang memiliki 7 cabang yang tersebar
di kota Y. Dari 7 cabang yang tersebar, hanya cabang yang dipimpin oleh Pak X
yang memiliki prestasi mengagumkan dan menjadi cabang dengan omzet tertinggi
diantara cabang lainnya. Prestasi yang dicapai di cabang ini dengan jumlah
tenaga penjual yang paling sedikit diantara cabang yang lain. Tekanan luar
biasa diberikan oleh pak X kepada tenaga penjualnya, pak X tak jarang memaksa
mereka untuk lembur hingga pukul 22.00 setiap hari demi mengejar omzet
penjualan. Seringkali dengan nada mengancam, pak X mengultimatum tenaga
penjualnya untuk menjual mobil dengan jumlah tertentu dalam waktu yang singkat,
apabila tidak tercapai maka sumpah serapah sudah siap menanti mereka bahkan pak
X tak segan untuk mengeluarkan siapa saja yang menurutnya tidak produktif.
Pelanggaran
yang terjadi pada praktek dehumanisasi ini adalah agresi. Agresi adalah
tindakan yang muncul secara sengaja dan tidak sengaja untuk menyerang orang
lain, sebagai reaksi balasan atas tindakan yang orang lain tampilkan dalam
bentuk agresi kata-kata dan agresi tindakan fisik. Tindakan agresi yang
dilakukan pak X dengan cara memaksa tenaga penjual lembur hingga harus menjual
sejumlah mobil yang telah ditentukan
dalam waktu singkat jika tidak akan diberikan agresi kata-kata, tindakan
tersebut memberikan pengaruh langsung atas hadirnya ketidaknyamanan dalam
menjalankan pekerjaan.
Contoh
kasus 2
Kasus
ini berasal dari hotel bintang tiga yang berada di kota X. Keuntungan bersih
hotel ini rata-rata mencapai Rp. 500 juta setiap bulannya. Namun dibalik itu
semua, hotel ini sangat tidak nyaman bagi karyawannya. Karyawan hotel dibuat
frustasi dengan gaji yang kecil, makanan yang kurang layak untuk dimakan serta
perencanaan karir yang tidak jelas lantaran direksi yang juga pemilik hotel
seringkali menurunkan jabatan seseorang atau bahkan mengeluarkan seseorang
hanya karena alasan pribadi. Seluruh kebijakan di hotel tersebut diatur oleh
direksi yang juga pemilik hotel, mayoritas karyawan masih berstatus daily worker (dibayar setiap kedatangan)
serta sangat dihindari untuk mengangkat karyawan tetap, paling bagus setelah 2
kali masa kontrak karyawan tersebut dengan cara apapun berusaha untuk
dikeluarkan. Direksi menggunakan paradigma “Take
it or Leave it”, “apabila tidak puas dengan kondisi tersebut, anda bisa
mengundurkan diri kapan saja dan tentu saja tanpa pesangon karena anda
mengundurkan diri bukan saya pecat” begitu pernyataan direksi yang sering
dilontarkan setiap ada karyawan yang merasa tidak puas dengan kondisi kerja di
hotel tersebut.
Pelanggaran yang
terjadi pada praktek dehumanisasi ini adalah agresi. Agresi adalah tindakan
yang muncul secara sengaja dan tidak sengaja untuk menyerang orang lain,
sebagai reaksi balasan atas tindakan yang orang lain tampilkan dalam bentuk
agresi kata-kata dan agresi tindakan fisik. Dalam kasus ini direksi melakukan
agresi kata-kata serta perlakuan yang tak layak kepada karyawannya.
Sumber Jurnal:
Ahiruddin.,
(2011). Pengaruh Konflik dan Stress terhadap Kinerja Karyawan CV. Bina Cipta
Nusa Perkasa Bandar Lampung.
Indriyatni,
Lies., (2010). Pengaruh Konflik terhadap Kinerja Organisasi/Perusahaan.
Nugraheni,
Fitri., (2007). Wajah Konflik dalam Organisasi: Penguasaan Manajemen Konflik
oleh Pemimpin.
Nugroho,
E. C., (2011). Menghargai Modus-Modus Esensial Manusia sebagai Upaya Mengatasi
Problem Dehumanisasi di Indonesia.
Sumber lainnya: