Tuesday, November 3, 2015

Sistem Informasi Psikologi dan Penerapannya (Tugas 2)

Sebelum membahas mengenai Sistem Informasi Psikologi, terlebih dahulu kita membahas sedikit mengenai sistem informasi dan psikologi secara umum. Sistem informasi secara umum adalah kombinasi dari teknologi informasi dan aktivitas orang yang menggunakan teknologi itu untuk mendukung operasi dan manajemen. Dalam arti yang sangat luas, sistem informasi istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada interaksi antara orang, proses algoritmik, data, dan teknologi. Psikologi adalah sebuah disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan berbagai proses mental (Wade dan Tavris, 2008).

Definisi sistem informasi psikologi yang dikemukakan oleh Kurniawati
1.    Sistem informasi psikologi adalah suatu bidang kajian ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara ilmu psikologi itu sendiri dalam kaitannya dengan penggunaan komputer dan aplikasinya dalam bidang psikologi.
2.  Sistem informasi psikologi adalah suatu sistem yang menyediakan informasi-informasi yang berkaitan dengan ilmu psikologi yang dapat dijadikan untuk meningkatkan penguna dalam pengambilan suatu keputusan terhadap penelitian, perencana, dan pengelolaan.

Penerapan sistem informasi dalam bidang Psikologi
1. Banyaknya perusahaan yang memanfaatkan adanya sistem informasi untuk merekrut karyawan dengan menggunakan software, salah satunya adalah tes Papikostick yang mengukur kebutuhan dan persepsi seseorang di tempat kerja.
2. Banyaknya situs-situs yang menyediakan tes intelegensi salah satunya adalah http://iqtest.dk/main.swf

Sumber :
Wade, C., & Tavris, C. (2008). Psikologi Jilid 1 edisi 8. Jakarta: Erlangga.

Wednesday, October 7, 2015

Sistem Informasi dan Penerapannya (Tugas 1)

Definisi sistem informasi secara umum adalah kombinasi dari teknologi informasi dan aktivitas orang yang menggunakan teknologi itu untuk mendukung operasi dan manajemen. Dalam arti yang sangat luas, sistem informasi istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada interaksi antara orang, proses algoritmik, data, dan teknologi. Menurut Mc Leod, sistem informasi adalah suatu sistem yang memiliki kemampuan untuk mengumpulkan informasi dari semua sumber dan menggunakan berbagai media untuk menampilkan informasi. Selain itu, menurut O’Brien sistem informasi adalah kombinasi dari setiap unit dikelola orang, hardware, software, jaringan komputer dan jaringan komunikasi data, dan database yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi tentang yang bentuk organisasi. Sistem informasi tidak terlepas dari adanya teknologi informasi karena dalam sistem informasi biasanya memiliki komponen teknologi informasi dan komunikasi, hal tersebut berkaitan dengan tujuan pemanfaatan teknologi informasi.

Dalam kehidupan sehari-hari, sistem informasi banyak diterapkan dalam beberapa bidang, salah satunya dalam bidang pertanian. Departemen Pertanian telah memanfaatkan internet sebagai sarana untuk menyebarkan informasi ke seluruh petani di Indonesia. Kendala-kendala yang dialami para petani dapat diatasi dengan mengakses situs yang telah dibuat oleh Departemen Pertanian Indonesia yang memuat informasi yang dibutuhkan petani Indonesia.

Selain penerapan sistem informasi dalam bidang pertanian, sistem informasi juga diterapkan dalam bidang tenaga kerja. Ada banyak situs yang disediakan bagi pencari kerja ataupun perusahaan yang mencari karyawan. Tentunya dengan adanya situs penyedia informasi kerja sangat membantu orang-orang yang mencari pekerjaan ataupun perusahaan yang mencari karyawan. Contoh situs yang menyediakan informasi mengenai pekerjaan adalah JobStreet.

Sumber :
Anonim. (2015). https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi. Diakses 6 Oktober 2015 pukul 19:02 WIB

Thursday, May 7, 2015

Berbagai Bentuk Psikoterapi (Tugas 2)

Terapi Keluarga

A.   Pengertian Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku, perkembangan simtom dan cara pemecahannya. Terapi keluarga juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses interaktif yang berupaya membantu keluarga memperoleh keseimbangan homeostatis, sehingga setiap anggota keluarga dapat merasa nyaman. Terapi keluarga diperlukan jika terjadi hal yang tidak seimbang dalam keluarga, misalnya salah satu anggota keluarga mengembangkan suatu simtom tertentu yang tidak dapat ditoleransikan oleh anggota lainnya. Selain itu, terapi keluarga juga merupakan pendekatan terapeutik yang melihat masalah individu dalam konteks lingkungan, khususnya keluarga dan menitik beratkan pada proses interpersonal.

B.   Cara Melakukan Terapi Keluarga
Dalam terapi keluarga ada beberapa proses yang harus dijalankan. Ada empat langkah dalam proses terapi keluarga, proses tersebut yaitu:
1.      Mengikutsertakan keluarga
Melibatkan keluarga dalam terapi dengan melakukan pertemuan di rumah sehingga terapis mendapat informasi nyata tentang kehidupan keluarga dan dapat merancang strategi yang cocok untuk membantu pemecahan problem keluarga.
2.      Menilai masalah
Penilaian terhadap masalah mencakup pemahaman tentang kebutuhan, harapan, kekuatan keluarga dan riwayatnya.
3.      Strategi-strategi khusus
Terapis merancang strategi-strategi khusus untuk pemberian bantuan dengan menentukan macam intervensi yang sesuai dengan tujuan.
4.      Follow-up
Terapis memberi kesempatan pada keluarga untuk tetap berhubungan dengan terapis secara periodik untuk melihat perkembangan keluarga dan memberikan dukungan.

C.   Manfaat Terapi Keluarga
Manfaat terapi keluarga dibagi menjadi dua, yaitu manfaat bagi klien dan manfaat bagi keluarga.
1.      Manfaat untuk klien
a)      Mempercepat proses kesembuhan melalui dinamika kelompok
b)      Memperbaiki hubungan interpersonal klien dengan tiap anggota keluarga atau memperbaiki proses sosialisasi yang dibutuhkan dalam upaya rehabilitasi
c)      Menurunkan angka kekambuhan
2.      Manfaat untuk keluarga
a)      Memperbaiki fungsi dan struktur keluarga
b)      Keluarga mampu meningkatkan pengertian terhadap klien
c)      Keluarga mampu membantu proses rehabilitasi

D.   Kasus-Kasus yang diselesaikan dalam Terapi Keluarga
Beberapa kasus yang dapat diselesaikan dengan menggunakan terapi keluarga, yaitu:
1.      Anggota keluarga yang mengalami skizofrenia
2.      Anggota keluarga yang mengalami depresi
3.      Anggota keluarga yang mengalami ADHD
4.      Anggota keluarga yang mengalami psikosis
5.      Anggota keluarga yang mengalami gangguan mental lainnya

E.    Contoh yang Menggambarkan Terapi Keluarga
Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, adik klien seorang perempuan yang merupakan saudara tiri klien. Sejak klien berusia 5 tahun, ibu dan ayah kandung klien memutuskan untuk bercerai. Ibu klien memutuskan untuk menikah lagi dan saat klien berusia 10 tahun, klien mendapat seorang adik dari hasil pernikahan ibu dan ayah tirinya. Dengan kehadiran adik tirinya, ibu dan ayah tiri cenderung membiarkan klien karena beranggapan klien telah dewasa dan dapat mengurus kebutuhan sendiri. Kemudian ayah tiri klien memutuskan untuk bercerai dengan ibu klien dan menikah dengan wanita lain. Ketika klien berusia 16 tahun, ibu klien mulai sakit-sakitan dan meminta klien untuk mencari pekerjaan agar bisa membiayai kebutuhan keluarga. Klien sering diejek teman-temannya bahwa klien adalah seorang anak yang miskin dan tidak memiliki uang. Klien merasa kecewa dan sakit hati tetapi lebih memilih untuk menyimpan perasaannya tanpa memberitahu keluarganya, sejak itu klien cenderung mengurung diri di kamar, marah-marah pada ibunya, mudah tersinggung dan mengancam akan membunuh ibunya. Selain itu, klien juga sering mendengar suara-suara yang mengatakan “jelek, goblok, miskin”. Suara-suara itu sangat mengganggu dan klien merasa heran karena suara tersebut tidak memiliki wujud seperti manusia. Hal ini membuat klien marah dan mencari sumber suara tersebut. Selain itu klien juga sering mendengar suara tersebut akan mencelakai dirinya, kejadian itu menambah kekhawatiran dan kegelisahan klien. Akhirnya pada tahun 2006 klien dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa karena klien mengancam ibunya dengan menggunakan senjata tajam dan merusak alat-alat rumah tangga.
Intervensi yang digunakan dalam terapi ini ada 2 macam, yaitu terapi suportif dan psikoedukasi kepada keluarga. Psikoedukasi kepada keluarga bertujuan untuk memberikan informasi dan pemahaman mengenai permasalahan yang dialami klien kepada pihak keluarga dan meminta keluarga agar selalu memberikan dukungan dan pendampingan kepada klien. Salah satu sesi yang dijalani dalam terapi keluarga ini adalah sesi dimana klien berkunjung ke rumah klien, terapis akan menjelaskan kepada keluarga tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan klien kambuh sehingga keluarga bisa waspada serta diagnosis dan pengobatannya.

Sumber buku:
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius

Sumber jurnal:
Pilpala, T. K. S. (2013). Terapi Supportif dan Psikoedukasi untuk Meningkatkan Pemahaman Diri Pada Penderita Skizofrenia Paranoid.
Almasitoh, U. H. (2012). Model Terapi dalam Keluarga.
Hasnida. (2002). Family Counseling.

Sumber lainnya:
https://prezi.com/oye_neerolfg/terapi-keluarga/

Saturday, April 4, 2015

Pengantar Psikoterapi (Tugas 1)

I.                   Ulasan mengenai beberapa pendekatan dalam psikoterapi
a.       Pendekatan psikoanalisa di dalam psikoterapi
Psikoanalisis adalah suatu sistem dalam psikologi yang berasal dari penemuan-penemuan Freud dan menjadi dasar dalam teori psikologi yang berhubungan dengan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik. Pendekatan ini fokus pada mengubah masalah perilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadar. Dorongan-dorongan ini sebagian disadari dan sebagian lagi atau bahkan sebagian besar tidak disadari dan konflik yang timbul karena ada dorongan-dorongan yang saling bertentangan.
Tujuan dari metode psikoanalisis dan psikodinamik adalah agar klien bisa menyadari apa yang sebelumnya tidak disadarinya. Gangguan psikologis mencerminkan adanya masalah di bawah sadar yang belum terselesaikan. Untuk itu, klien perlu menggali bawah sadarnya untuk mendapatkan solusi. Dengan memahami masalah yang dialami, maka seseorang bisa mengatasi segala masalahnya melalui “insight” (pemahaman pribadi).
b.      Pendekatan psikologi belajar di dalam psikoterapi
Terapi perilaku dan pengubahan perilaku atau pendekatan behavioristik dalam psikoterapi adalah salah satu dari beberapa revolusi dalam dunia pengetahuan psikologi, khususnya psikoterapi. Aliran ini memandang perkembangan seseorang sebagai seorang tumbuh menjadi seperti apa yang terbentuk oleh lingkungan. Timbulnya masalah perilaku karena ada sesuatu gejala didalam kepribadian seseorang yang mempengaruhi pribadinya sehingga menimbulkan berbagai kesulitan antara lain kesulitan untuk menyesuaikan diri, tidak bisa menerima keadaan (baik di dalam maupun di luar dirinya). Inti dari pendekatan behavior therapy adalah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi).
Steven Jay Lynn dan John P. Garske mengemukakan bahwa asumsi dasar dalam pendekatan behavioristik adalah (1) memiliki konsentrasi pada proses perilaku, (2) menekankan dimensi waktu here and now, (3) manusia berada dalam perilaku maladaptif, (4) proses belajar merupakan cara efektif untuk mengubah perilaku maladaptif, (5) melakukan penetapan tujuan pengubahan perilaku, (6) menekankan nilai secara empiris dan didukung dengan berbagai teknik dan metode.
Klien memiliki peran aktif dalam menentukan tujuan terapi dan melakukan penilaian bagaimana tujuan-tujuan dapat dicapai. Tujuan umum dari terapi perilaku adalah membentuk kondisi baru untuk belajar karena melalui proses belajar dapat mengatasi masalah yang ada. pendekatan tingkah laku dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai gangguan tingkah laku dari yang sederhana hingga yang kompleks, baik individual maupun kelompok.
c.       Pendekatan psikologi humanistik di dalam psikoterapi
Pendekatan humanistik menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Oleh karena itu, dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja, bukan mengarahkan perubahan. Psikoterapis tidak mencoba untuk mempengaruhi klien, melainkan memberi kesempatan klien untuk memunculkan kesadaran dan berubah atas dasar kesadarannya sendiri.
Humanistik memandang manusia sebagai makhluk rasional, bertujuan, otonom, kreatif, dan mampu mencapai insight terhadap realita. Asumsi dasar humanistik (1) manusia pada dasarnya baik, (2) manusia memiliki kehendak bebas, (3) setiap manusia itu unik dan memiliki dorongan dasar untuk mencapai aktualisasi diri. Beberapa teknik terapi humanistik, yaitu: Content Analysis, Rating Scale, Q-Sort Procedure.
d.      Pendekatan psikologi kognitif di dalam psikoterapi
Terapi Kognitif (Cognitive Therapy) punya konsep bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh pikirannya. Oleh karena itu, pendekatan kognitif lebih fokus pada memodifikasi pola pikiran untuk bisa mengubah perilaku. Menurut Bandura, kognisi adalah proses berpikir seseorang tentang situasi tertentu. Berdasarkan teori kognitif, cara berpikir menentukan bagaimana seseorang merasa dan berbuat. Tujuan dari pendekatan kognitif adalah mengajak klien untuk menentang pikiran yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Berdasarkan pendekatan kognitif, perilaku yang maladaptif dan kurang efektif terbentuk karena pengaruh lingkungan dan cara berpikir yang kurang rasional dalam menyikapi diri sendiri dan lingkungan.

II.                Kasus yang bisa ditangani dengan pendekatan di bawah ini
a.       Psikodinamik
Klien seorang perempuan berusia 26 tahun, sering merasa cemas dan was-was setelah kepergian figur penting dalam hidupnya yaitu ibu sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa orang lain akan mencelakakannya karena sudah tidak ada lagi figur yang melindunginya. Klien sudah berkali-kali masuk ke Rumah Sakit Jiwa karena tindakan ekstrem yang dilakukannya setelah kepergian ibunya.
b.      Behavioristik
Jesy adalah seorang perempuan yang menderita gangguan body image, Jesy menganggap bagian tubuhnya serba kekurangan. Gangguan body image adalah kebingungan atau kekeliruan dalam gambaran mental seseorang terhadap fisiknya sendiri. Ia selalu mengamati tubuh orang lain dan membandingkan tubuh orang lain dengan tubuh dirinya serta menutupi bagian tubuh yang tidak disukai.
c.       Humanistik
Melissa adalah siswa baru di salah satu sekolah negri ternama di Jakarta Pusat. Ketika bertemu dengan teman-teman barunya, Melissa cenderung menghindar dari mereka karena merasa takut dengan orang-orang yang baru ia kenal. Temannya mencoba untuk mengajak berbicara dengan meminta nomor teleponnya tetapi Melissa malah menghindari temannya.
d.      Kognitif
Seorang mahasiswa memiliki pikiran negatif tentang situasi berbicara di depan umum, maka pikiran negatif tersebut akan mempengaruhi perasaan dan perilakunya sehubungan dengan situasi tersebut. Pikiran negatif tentang situasu berbicara di depan umum akan menimbulkan perasaan takut atau cemas yang kemudian akan berimbas pada perilakunya.

III.    Pandangan kasus-kasus di atas yang dianggap bisa ditangani oleh pendekatan di bawah ini
a.       Psikodinamik
Kasus yang terjadi dapat dilakukan terapi psikoanalisa dengan pendekatan asosiasi bebas yang bertujuan untuk mengeluarkan perasaan-perasaan yang direpres oleh klien pada masa lalu yang menjadi sumber masalah. Terapis dapat melakukan teknik asosiasi bebas kepada klien agar klien bisa mengeluarkan perasaannya yang masih mengganjal yang berasal dari masa lalu.
b.      Behavioristik
Corey mengatakan bahwa teknik systematic desensitization merupakan teknik yang tepat untuk terapi bagi klien yang mengalami gangguan body image. Systematic desensitization adalah salah satu metode terapi perilaku yang biasa diterapkan untuk menangani kasus-kasus phobia dan kecemasan. Gangguan body image dapat dikatakan sebagai kecemasan karena si penderita merasa tidak percaya diri dengan penampilan fisiknya. Klien akan mengkaji dirinya bagaimana citra diri negatif bisa berkembang lalu mencatat ketidakpuasan yang dimiliki, memasuki tahap relaksasi, membuat klien menyadari kesalahan persepsinya mengenai body image dan meyakinkan klien bahwa persepsinya mengenai body image salah lalu mengubah citra diri negatif menjadi citra diri positif.
c.       Humanistik
Kasus tersebut dapat menggunakan pendekatan humanistik karena klien tersebut merasa tidak percaya dengan orang-orang yang baru ia kenal, klien merasa tidak aman berada di lingkungan barunya. Dalam pendektan ini, klien diminta untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Terapis tidak mencoba untuk mempengaruhi klien, melainkan memberi kesempatan klien untuk memunculkan kesadaran dan berubah atas dasar kesadarannya sendiri.
d.      Kognitif
Kasus kognitif pada soal sebelumnya dapat ditangani dengan pendekatan kognitif, komponen kognitif ditujukan untuk mengubah pikiran-pikiran salah yang menjadi penyebab masalah.

Sumber buku:
Gunarsa, S. D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius

Sumber jurnal:
Fatma, A. & Ernawati, S. (2012). Pendektan Perilaku Kognitif dalam Pelatihan Keterampilan Mengelola Kecemasan Berbicara di Depan Umum.
Sanyata, S. (2012). Teori Pendekatan Behaviorsitik dalam Konseling.
Selvera, N. R. (2013). Teknik Asosiasi Bebas dan Psikoedukasi untuk Mengenali Gejala Penderita Skizofrenia Paranoid.

Sumber lainnya:

Tuesday, January 27, 2015

Dinamika Kelompok dan Konflik dalam Proses Manajemen (Tugas 3)

I.            Analisis peranan konflik dalam mengembangkan manajemen di perusahaan. Serta contoh kasus nyata dan penyelesaian kasusnya
Sebelum menganalisis peranan konflik, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari konflik. Secara umum konflik adalah ketidakcocokan dari sejumlah bentuk interaksi. Menurut S.P. Robbin (dalam Indriyatni, 2010), konflik adalah suatu proses yang dimulai ketika suatu pihak menganggap pihak lain secara negatif mempengaruhi atau akan mempengaruhi sesuatu/seseorang yang menjadi kepedulian pihak pertama. Secara sederhana menurut Hartono (dalam Ahiruddin, 2011), konflik menunjukan pada setiap ketegangan yang dialami oleh seseorang bila ia berpandangan bahwa kebutuhan atau keinginannya dihambat atau dikecewakan.
Konflik sebenarnya tidak hanya berujung pada keburukan tetapi bisa juga berujung dengan kebaikan, maksudnya dengan adanya konflik maka suatu organisasi bisa menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Anggapan ini berkaitan dengan adanya beberapa pandangan dalam mengartikan suatu konflik yang dikemukakan oleh Stephen (dalam Indriyatni, 2010), yaitu:
1.      Pandangan Tradisional
Pendekatan konservatif menganggap bahwa semua konflik itu buruk atau selalu membawa dampak negatif
2.      Pandangan Hubungan Manusia
Konflik adalah peristiwa yang wajar yang tidak terelakkan dalam suatu organisasi
3.      Pandangan Interaksionis
Keyakinan bahwa konflik tidak hanya menjadi kekuatan positif dalam organisasi tetapi konflik juga sangat diperlukan agar kelompok dapat berkinerja secara efektif
Jadi, baik atau buruknya konflik dalam organisasi tergantung dari cara suatu kelompok memandang konflik tersebut.
Indriyatni (2010), jenis konflik dibagi menjadi 2 yaitu:
1.  Konflik Fungsional    : semua jenis konflik yang dapat mendukung sasaran organisasi/perusahaan dalam memperbaiki kinerjanya
2.  Konflik Disfungsional: jenis konflik yang dapat menghambat atau merintangi organisasi/perusahaan dalam memperbaiki kinerjanya

Dari 2 jenis konflik yang sudah disebutkan, bisa dijelaskan mengenai pengaruh atau peranan konflik dalam mengembangan manajemen di perusahaan, yaitu:
1.      Konflik Fungsional
Konflik ini bersifat konstruktif yang artinya membangun untuk dapat memperbaiki kualitas pengambilan keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan diantara anggota. Selain itu, konflik jenis ini juga penangkal bagi pemikiran kelompok, artinya tidak memberi kesempatan suatu kelompok secara pasif menerima begitu saja keputusan-keputusan yang diambil.
2.      Konflik Disfungsional
Konflik ini bersifat destruktif yang artinya merusak, konflik ini dapat mengurangi efektivitas organisasi/perusahaan, menghambat komunikasi, mengurangi kekompakan anggota/karyawan, dikalahkannya kepentingan bersama karena pertikaian antar anggota.

Contoh kasus:
Kasus ini berasal dari suatu instansi pemerintah yang berfungsi untuk mengolah berbagai informasi dan mensosialisasikannya kepada masyarakat di kabupaten X. Pelayanan lembaga ini memiliki kinerja secara keseluruhan sangat baik, tak jarang lembaga ini menerima penghargaan dari pemerintah pusat karena prestasinya. Namun dibalik itu semua terdapat masalah yang menggerogoti lembaga ini. Kinerja yang baik dalam lembaga ini ternyata hanya terpusat di tingkat pimpinan, tingkat staff kebawah kinerjanya sangat buruk dan terkesan asal-asalan. Mereka hanya bekerja baik apabila ditunggui atasannya serta perlu benar-benar diarahkan agar tidak salah. Namun pimpinan tidaklah mungkin seharian menunggui dan mengarahkan staff yang jumlahnya puluhan tersebut. Stelah ditelusuri, masalah itu berpangkal dari tidak adanya motivasi dari staff tersebut, tingkat staff kebawah mayoritas berpendidikan SMP dan SMU (sekitar 65 %) dan sisanya berpendidikan sarjana. Mereka sangat mungkin tidak akan pernah mengalami kenaikan golongan kecuali jika mereka sekolah lagi, itupun harus melalui prosedur yang cukup rumit. Sedangkan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi juga sangat sulit, mengingat rata-rata usia mereka yang berumur 40-50 tahun. Akibatnya, mereka memilih pasrah karena merasa tidak mungkin naik ke jenjang yang lebih tinggi, baik jabatan, golongan ataupun pendapatan. Hal ini berimplikasi kepada motivasi mereka yang terus menurun.
Penyelesaian kasus:
Pimpinan harus melakukan suatu tindakan misalnya seperti memberikan motivasi kerja kepada karyawannya agar mereka dapat bekerja dengan lebih baik lagi dan tidak bekerja asal-asalan. Kasus yang terjadi ini dapat dikategorikan sebagai jenis konflik fungsional karena dengan adanya konflik ini suatu kelompok dalam organisasi/perusahaan akan menjadi lebih baik artinya para karyawan mendapatkan motivasi dari pimpinannya dan akan bekerja lebih baik.

II.         Peranan kepemimpinan dalam mengatasi konflik struktural dan konflik fungsi kerja yang terjadi dalam sebuah sistem manajemen di perkantoran. Serta contoh kasus nyata dan penyelesaian kasusnya
Peran seorang pemimpin sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai masalah atau konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau perusahaan, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik. Schermerhorn (dalam Nugraheni, 2007) mengemukakan lima gaya dalam pengelolaan konflik yang harus dikuasi oleh seorang pemimpin, yaitu:
1.      Metode Penghindaran (avoidance)
Metode ini dilakukan pemimpin dengan menjadi tidak kooperatif dan tidak asertif, menyembunyikan ketidaksetujuan, menarik diri dari situasi dan tetap netral
2.      Metode Sama Rata (smoothing)
Seorang pemimpin yang bergaya smoothing lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Pemimpin menjadi kooperatif tetapi tidak asertif yang tujuannya untuk mempertahankan keharmonisan organisasi
3.      Metode Kompetisi (competition)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah” serta menekan pihak lain dengan wewenang yang dimiliki
4.      Metode Kompromi (compromise)
Gaya ini menjadikan seorang pemimpin menjadi kooperatif dan asertif pada tingkat yang sedang yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan pihak lain
5.      Metode Pemecahan Masalah (problem solution)
Metode ini melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk duduk bersama, mengidentifikasi masalah kemudian mencari solusi dimana semua pihak diuntungkan
Untuk mengatasi konflik struktural, seorang pemimpin sebaiknya menggunakan metode kompromi (compromise) karena dalam menangani konflik yang erat kaitannya dengan hirarki jabatan pekerjaan ini, seorang pemimpin harus memadukan antara kepentingan pihak 1 dan pihak 2 sehingga konflik dapat terselesaikan.
Untuk mengatasi konflik fungsi kerja, seorang pemimpin sebaiknya menggunakan metode pemecahan masalah (problem solution). Konflik fungsi kerja merupakan konflik yang muncul karena suatu departemen kerja berinteraksi dengan departemen kerja lainnya, dimana antar departemen memiliki pemahaman berbeda untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Digunakan metode pemecahan masalah (problem solution) karena metode ini melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk duduk bersama, mengidentifikasi masalah kemudian mencari solusi dimana semua pihak diuntungkan sehingga konflik dapat terselesaikan.

Contoh kasus:
Fakultas X Universitas Y merupakan salah satu Fakultas paling favorit di kota Z. Dengan pengajar yang terdiri dari akademisi dan praktisi yang memiliki komitmen tinggi di bidang pendidikan serta ditunjang dengan karyawan yang memiliki kualifikasi diatas rata-rata menjadikan Fakultas X menjadi salah satu Fakultas yang benar-benar diakui kehandalannya oleh masyarakat luas. Selain itu dibawah kendali pak dekan A yang terkenal tegas dan tidak memiliki toleransi terhadap ketidakberesan, Fakultas ini terkenal memiliki tingkat kedisplinan yang tinggi diantara Fakultas lain di Universitas Y. Setelah menjabat selama 4 tahun, pak dekan A digantikan oleh bu dekan B sebagai dekan baru. Bu dekan B memiliki gaya yang lebih humanis dibanding pak dekan A. Beliau mencoba melibatkan dosen dan karyawan untuk berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan. Menurut beliau apabila seseorang komit maka tidak masalah, ada pimpinan atau tidak karena mereka akan bekerja dengan baik. Namun jika mereka dikendalikan oleh kepatuhan maka mereka menuruti pimpinan karena takut dan terpaksa. Sepintas suasana kerja yang coba dibangun oleh bu dekan B sangat positif, rileks dan tidak menimbulkan tekanan. Namun dibalik itu semua ada semacam bom waktu yang bisa meledak setiap saat, dimana dosen dan karyawan tidaklah sedisplin jaman pak dekan A, dosen dan karyawan semakin sering menuntut dan bertindak semaunya sendiri. Mereka benar-benar memanfaatkan gaya kepemimpinan bu dekan B.
Penyelesaian kasus:
Sebaiknya sebagai pemimpin, bu dekan B harus mengambil suatu tindakan karena jika tidak kekacauan ini akan terus berlanjut. Dari teori diatas, bu dekan B seharusnya menggunakan metode kompromi (compromise) dalam mengatasi konflik ini. Bu dekan B menjadi kooperatif dan asertif pada tingkat yang sedang yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan pihak lain. Bu dekan B harus bertindak tegas dan disiplin tetapi tidak perlu seperti pak dekan A dan bu dekan B harus melakukan kompromi dengan karyawan agar masalah yang muncul dapat diatasi.

III.        Pandangan mengenai praktek dehumanisasi yang muncul dalam praktek manajemen. Serta 2 contoh kasus nyata dan pelanggaran yang terjadi jika praktek dehumanisasi berlangsung
Menurut Nick Haslam (dalam Nugroho, 2011) pada intinya dehumanisasi adalah penyangkalan terhadap esensi manusia. Haslam mengklasifikasikan dua bentuk dehumanisasi (1) penyangkalan terhadap atribut-atribut yang khas manusiawi yang menyebabkan satu pihak memandang dan memperlakukan manusia seolah-olah binatang, (2) penyangkalan terhadap kodrat manusiawi yang membuat satu pihak memandang dan memperlakukan manusia lain seperti objek atau mesin. Perlakuan seperti ini tentunya tidak bisa dibiarkan terus terjadi karena setiap manusia memiliki hak yang sama untuk dihargai dan setiap manusia memiliki hak asasi manusia yang sama.

Contoh kasus 1
Kasus ini berasal dari suatu grup dealer mobil yang memiliki 7 cabang yang tersebar di kota Y. Dari 7 cabang yang tersebar, hanya cabang yang dipimpin oleh Pak X yang memiliki prestasi mengagumkan dan menjadi cabang dengan omzet tertinggi diantara cabang lainnya. Prestasi yang dicapai di cabang ini dengan jumlah tenaga penjual yang paling sedikit diantara cabang yang lain. Tekanan luar biasa diberikan oleh pak X kepada tenaga penjualnya, pak X tak jarang memaksa mereka untuk lembur hingga pukul 22.00 setiap hari demi mengejar omzet penjualan. Seringkali dengan nada mengancam, pak X mengultimatum tenaga penjualnya untuk menjual mobil dengan jumlah tertentu dalam waktu yang singkat, apabila tidak tercapai maka sumpah serapah sudah siap menanti mereka bahkan pak X tak segan untuk mengeluarkan siapa saja yang menurutnya tidak produktif.
Pelanggaran yang terjadi pada praktek dehumanisasi ini adalah agresi. Agresi adalah tindakan yang muncul secara sengaja dan tidak sengaja untuk menyerang orang lain, sebagai reaksi balasan atas tindakan yang orang lain tampilkan dalam bentuk agresi kata-kata dan agresi tindakan fisik. Tindakan agresi yang dilakukan pak X dengan cara memaksa tenaga penjual lembur hingga harus menjual sejumlah mobil  yang telah ditentukan dalam waktu singkat jika tidak akan diberikan agresi kata-kata, tindakan tersebut memberikan pengaruh langsung atas hadirnya ketidaknyamanan dalam menjalankan pekerjaan.

Contoh kasus 2
Kasus ini berasal dari hotel bintang tiga yang berada di kota X. Keuntungan bersih hotel ini rata-rata mencapai Rp. 500 juta setiap bulannya. Namun dibalik itu semua, hotel ini sangat tidak nyaman bagi karyawannya. Karyawan hotel dibuat frustasi dengan gaji yang kecil, makanan yang kurang layak untuk dimakan serta perencanaan karir yang tidak jelas lantaran direksi yang juga pemilik hotel seringkali menurunkan jabatan seseorang atau bahkan mengeluarkan seseorang hanya karena alasan pribadi. Seluruh kebijakan di hotel tersebut diatur oleh direksi yang juga pemilik hotel, mayoritas karyawan masih berstatus daily worker (dibayar setiap kedatangan) serta sangat dihindari untuk mengangkat karyawan tetap, paling bagus setelah 2 kali masa kontrak karyawan tersebut dengan cara apapun berusaha untuk dikeluarkan. Direksi menggunakan paradigma “Take it or Leave it”, “apabila tidak puas dengan kondisi tersebut, anda bisa mengundurkan diri kapan saja dan tentu saja tanpa pesangon karena anda mengundurkan diri bukan saya pecat” begitu pernyataan direksi yang sering dilontarkan setiap ada karyawan yang merasa tidak puas dengan kondisi kerja di hotel tersebut.
Pelanggaran yang terjadi pada praktek dehumanisasi ini adalah agresi. Agresi adalah tindakan yang muncul secara sengaja dan tidak sengaja untuk menyerang orang lain, sebagai reaksi balasan atas tindakan yang orang lain tampilkan dalam bentuk agresi kata-kata dan agresi tindakan fisik. Dalam kasus ini direksi melakukan agresi kata-kata serta perlakuan yang tak layak kepada karyawannya.

Sumber Jurnal:
Ahiruddin., (2011). Pengaruh Konflik dan Stress terhadap Kinerja Karyawan CV. Bina Cipta Nusa Perkasa Bandar Lampung.
Indriyatni, Lies., (2010). Pengaruh Konflik terhadap Kinerja Organisasi/Perusahaan.
Nugraheni, Fitri., (2007). Wajah Konflik dalam Organisasi: Penguasaan Manajemen Konflik oleh Pemimpin.
Nugroho, E. C., (2011). Menghargai Modus-Modus Esensial Manusia sebagai Upaya Mengatasi Problem Dehumanisasi di Indonesia.

Sumber lainnya: